Minggu, 25 November 2012

MENGENAL BAHASA DAN KEDUDUKAN BAHASA

Saya pun tidak mengerti, mengapa harus ada pembelajaran Bahasa Indonesia padahal saya sedang belajar di bidang kesehatan, bukannya tidak mau mempelajarinya tapi sedikit agak aneh

semoga bermanfaat, tugas bahasa indonesia saya di tingkat 1

MENGENAL BAHASA
A.      Pengertian Bahasa
Secara sederhana, bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati. Namun, lebih jauh bahasa bahasa adalah alat untuk beriteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan. Dalam studi sosiolinguistik, bahasa diartikan sebagai sebuah sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi.
Bahasa adalah sebuah sistem, artinya, bahasa dibentuk oleh sejumlah komponen yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sistem bahasa berupa lambang-lambang bunyi, setiap lambang bahasa melambangkan sesuatu yang disebut makna atau konsep. Karena setiap lambang bunyi itu memiliki atau menyatakan suatu konsep atau makna, maka dapat disimpulkan bahwa setiap suatu ujaran bahasa memiliki makna. Contoh lambang bahasa yang berbunyi “nasi” melambangkan konsep atau makna ‘sesuatu yang biasa dimakan orang sebagai makanan pokok’.
B.      Fungsi-Fungsi Bahasa
Konsep bahasa adalah alat untuk menyampaikan pikiran. Bahasa adalah alat untuk beriteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan.
Bagi sosiolinguistik konsep bahwa bahasa adalah alat atau berfungsi untuk menyampaikan pikiran dianggap terlalu sempit, sebab yang menjadi persoalan sosiolinguistik adalah “who speak what language to whom, when and to what end”. Oleh karena itu fungsi-fungsi bahasa dapat dilihat dari sudut penutur, pendengar, topic, kode dan amanat pembicaraan.[2]
  1. Fungsi Personal atau Pribadi
Dilihat dari sudut penutur, bahasa berfungsi personal. Maksudnya, si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Si penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini pihak pendengar juga dapat menduga apakah si penutur sedang sedih, marah atau gembira.
2.      Fungsi Direktif
Dilihat dari sudut pendengar atau lawan bicara, bahasa berfungsi direktif, yaitu mengatuf tingkah laku pendengar. Di sini bahasa itu tidak hanya membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang dikehendaki pembicara.
3.      Fungsi Fatik
Bila dilihat segi kontak antara penutur dan pendengar, maka bahasa bersifat fatik. Artinya bahasa berfungsi menjalin hubungan, memelihara, memperlihatkan perasaan bersahabat atau solidaritas sosial. Ungkapan-ungkapan yang digunakan biasanya sudah berpola tetap, seperti pada waktu pamit, berjumpa atau menanyakan keadaan. Oleh karena itu, ungkapan-ungkapan ini tidak dapat diterjemahkan secara harfiah.
Ungkapan-ungkapan fatik ini biasanya juga disertai dengan unsur paralinguistik, seperti senyuman, gelengan kepala, gerak gerik tangan, air muka atau kedipan mata. Ungkapan-ungkapan tersebut jika tidak disertai unsure paralinguistik tidak mempunyai makna.
4.      Fungsi Referensial
Dilihat dari topik ujaran bahasa berfungsi referensial, yaitu berfungsi untuk membicarakan objek atau peristiwa yang ada disekeliling penutur atau yang ada dalam budaya pada umumnya. Fungsi referensial ini yang melahirkan paham tradisional bahwa bahasa itu adalah alat untuk menyatakan pikiran, untuk menyatakan bagaimana si penutur tentang dunia di sekelilingnya.
5.      Fungsi Metalingual atau Metalinguistik
Dilihat dari segi kode yang digunakan, bahasa berfungsi metalingual atau metalinguistik. Artinya, bahasa itu digunakan untuk membicarakan bahasa itu sendiri. Biasanya bahasa digunakan untuk membicarakan masalah lain seperti ekonomi, pengetahuan dan lain-lain. Tetapi dalam fungsinya di sini bahasa itu digunakan untuk membicarakan atau menjelaskan bahasa. Hal ini dapat dilihat dalam proses pembelajaran bahasa di mana kaidah-kaidah bahasa dijelaskan dengan bahasa.
6.      Fungsi Imajinatif
Jika dilihat dari segi amanat (message) yang disampaikan maka bahasa itu berfungsi imajinatif. Bahasa itu dapat digunakan untuk menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan; baik yang sebenarnya maupun yang hanya imajinasi (khayalan) saja. Fungsi imaginasi ini biasanya berupa karya seni (puisi, cerita, dongeng dan sebagainya) yang digunakan untuk kesenangan penutur maupun para pendengarnya.
fungsi bahasa secara umum dan secara khusus.
FUNGSI BAHASA MENURUT LITERATURNYA (UMUM)
1.  Sebagai alat untuk mengungkapkan perasaan atau mengekspresikan diri.
2. Sebagai alat komunikasi.
3. Sebagai alat berintegrasi dan beradaptasi sosial.
4. Sebagai alat kontrol Sosial.
Fungsi bahasa secara khusus :
1. Mengadakan hubungan dalam pergaulan sehari- hari.
2. Mewujudkan Seni (Sastra).
3. Mempelajari bahasa- bahasa kuno.
4. Mengeksploitasi IPTEK.













KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting yang tercantum didalam :
1. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 dengan bunyi, “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”.
2. Undang- Undang Dasar RI 1945 Bab XV (Bendera, Bahasa, dan lambing Negara, serta Lagu Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Maka kedudukan bahasa Indonesia sebagai :
1. Bahasa Nasional
Kedudukannya berada diatas bahasa- bahasa daerah. Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975 menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai :
· Lambang kebanggaan Nasional.
Sebagai lambang kebanggaan Nasional bahasa Indonesia memancarkan nilai- nilai sosial budaya luhur bangsa Indonesia..
· Lambang Identitas Nasional.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan lambang bangsa Indonesia. Berarti bahasa Indonesia akan dapat mengetahui identitas seseorang, yaitu sifat, tingkah laku, dan watak sebagai bangsa Indonesia·
· Alat penghubung antarbudaya antardaerah.
Manfaat bahasa Indonesia dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa Indonesia seseorang dapat saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan kemanan mudah diinformasikan kepada warga.
2. Bahasa Negara (Bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia)
Dalam Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25 s.d. 28 Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia befungsi sebagai :
· Bahasa resmi kenegaraan.
Bukti bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan adalah digunakannya bahasa Indonesia dalam naskah proklamasi kemerdekaan RI 1945.
· Bahasa pengantar resmi dilembaga-lembaga pendidikan.
Bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi·
A . Pengertian Bahasa Indonesia Oleh Parah Ilmuan
Menurut para ilmuan bahasa merupakan komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan dan pendapat kepada orang lain.
sebagaimana yang diungkapkan oleh Syamsuddin (1986:2), beliau memberi dua pengertian bahasa. Pertama, bahasa adalah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Kedua, bahasa adalah tanda yang jelas dari kepribadian yang baik maupun yang buruk, tanda yang jelas dari keluarga dan bangsa, tanda yang jelas dari budi kemanusiaan.

B . Sejarah Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia adalah bahasa kerja (working language).
Dari sudut pandang linguistika, bahasa Indonesia adalah suatu varian bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau dari abad ke-19, namun mengalami perkembangan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja dan proses pembakuan di awal abad ke-20. Hingga saat ini, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Meskipun saat ini dipahami oleh lebih dari 90% warga Indonesia, bahasa Indonesia tidak menduduki posisi sebagai bahasa ibu bagi mayoritas penduduknya. Sebagian besar warga Indonesia berbahasa daerah sebagai bahasa ibu. Penutur bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Namun demikian, bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di surat kabar, media elektronika, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya sehingga dapatlah dikatakan bahwa bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
Fonologi dan tata bahasa bahasa Indonesia dianggap relatif mudah.  Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu.
Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern.
Kerajaan Sriwijaya (dari abad ke-7 Masehi) memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa Melayu Kuno) sebagai bahasa kenegaraan. Hal ini diketahui dari empat prasasti berusia berdekatan yang ditemukan di Sumatera bagian selatan peninggalan kerajaan itu. Pada saat itu bahasa Melayu yang digunakan bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta. Sebagai penguasa perdagangan di kepulauan ini (Nusantara), para pedagangnya membuat orang-orang yang berniaga terpaksa menggunakan bahasa Melayu, walaupun secara kurang sempurna. Hal ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal, yang secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti.Alfred Russel Wallace menuliskan di Malay Archipelago bahwa "penghuni Malaka telah memiliki suatu bahasa tersendiri yang bersumber dari cara berbicara yang paling elegan dari negara-negara lain, sehingga bahasa orang Melayu adalah yang paling indah, tepat, dan dipuji di seluruh dunia Timur. Bahasa mereka adalah bahasa yang digunakan di seluruh Hindia Belanda. Mereka lalu membuat sebuah kota dan mengembangkan bahasa mereka sendiri, dengan mengambil kata-kata yang terbaik dari segala bahasa di sekitar mereka. Kota Malaka, karena posisinya yang menguntungkan, menjadi bandar yang utama di kawasan tenggara Asia, bahasanya yang disebut dengan Melayu menjadi bahasa yang paling sopan dan paling pas di antara bahasa-bahasa di Timur Jauh."
Kongres Bahasa Indonesia pertama telah menetapkan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu Riau, begitu pula dengan negara serumpun lain seperti Malaysia mengakui bahwa bahasa Melayu standar adalah bahasa Melayu Riau-Johor.


























C . RAGAM BAHASA INDONESIA

Ragam bahasa pada pokoknya dapat di bagi dalam dua bagian, yaitu ragam lisan dan ragam tulisan.kedua ragam ini berbeda,diantaranya;
1.      Ragam lisan
Yang dibutuhkan oleh ragam ini adalah gerak,mimik,pandangan,anggukan atau intonasi.
Contohnya ;
Percakapan orang yang sedang berbelanja dipasar
“Bu,berapa cabenya ?
“tiga puluh. “
“bisa dikurang? “
‘dua lima saja,nak.”
Maka dari itu untuk membedakannya adalah dengan cara penyampaian kita sendiri panjang dan pendeknya suara.



2.      Ragam tulisan
Yang harus diperhatikan adalah bagaimana kita melengkapi tulisan tersebut dengan tanda baca, huruf besar, dan huruf miring. Supaya kita bisa lebih memahami tulisan apa yang harus kita fahami.
Contohnya; apabila tidak sanggup, engkau tidak perlu melanjutkan pekerjaan itu.
Ragam bahasa dalam bahasa Indonesia berjumlah sangat banyak dan tidak terhad. Maka itu, ia dibagi atas dasar pokok pembicaraan, perantara pembicaraan, dan hubungan antarpembicara.
Ragam bahasa menurut pokok pembicaraan meliputi:
  1. ragam undang-undang
  2. ragam jurnalistik
  3. ragam ilmiah
  4. ragam sastra
Ragam bahasa menurut hubungan antarpembicara dibagi atas:
  1. ragam lisan, terdiri dari:
    1. ragam percakapan
    2. ragam pidato
    3. ragam kuliah
    4. ragam panggung
  2. ragam tulis, terdiri dari:
    1. ragam teknis
    2. ragam undang-undang
    3. ragam catatan
    4. ragam surat-menyurat

Dalam kenyataannya, bahasa baku tidak dapat digunakan untuk segala keperluan, tetapi hanya untuk:
  1. komunikasi resmi
  2. wacana teknis
  3. pembicaraan di depan khalayak ramai
  4. pembicaraan dengan orang yang dihormati
Selain keempat penggunaan tersebut, dipakailah ragam bukan baku. 

plasenta





Pemeriksaan fisik






Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami materi mengenai pemeriksaan fisik secara umum dengan tepat.

Horizontal Scroll: referensi
 





1.      Augustinus, Andy Santosa. 2000. Pemeriksaan Fisik Cetakan Kelima. Jakarta:  Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan (STIK) St. Carolus.
  1. Musrifatul Uliyah, A. Aziz Alimul Hidayat . Keterampilan Dasar Praktik Klinik untuk Kebidanan (Edisi 2). Jakarta: Salemba Medika.2008.






Horizontal Scroll: pendahuluan
 




Pemeriksaan fisik berasal dari kata physical examination berarti memeriksa tubuh dengan atau tanpa alat untuk mendapatkan informasi yang menggambarkan kondisi klien. Pemeriksaan fisik merupakan salah satu bagian dari rangkaian pengkajian, dalam asuhan kebidanan pengkajian merupakan tahapan yang pertama dilakukan oleh seorang perawat atau bidan sebelum menentukan masalah kebidanan atau keperawatan.
Kemampuan bidan atau perawat melakukan pemeriksaan fisik secara komprehensip sangat diperlukan karena data yang diperolah dari pemeriksaan fisik ini akan menjadi dasar dalam penentuan masalah. Untuk dapat memahami pemeriksaan fisik yang baik dan benar dibutuhkan pemahaman terhadap konsep anatomi, fisiologi tubuh manusia dan pathofisiologi serta didukung oleh ketrampilan melalui latihan-latihan sehingga menjadi terbiasa. Dalam pemeriksaan fisik juga diperlukan integrasi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor dari pemeriksa sampai pada menginterprestasikan dan mengintegrasikan data temuan satu dengan data temuan yang lainnya.
Horizontal Scroll: materi
 




PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik merupakan salah satu cara untuk mengetahui gejala atau masalah kesehatan yang dialami oleh pasien (Azis dan Musrifatul, 2008). Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mengumpulkan data tentang kesehatan pasien, menambah informasi, menyangkal data yang diperoleh dari riwayat pasien, mengidentifikasi masalah pasien, menilai perubahan status pasien, mengidentifikasi masalah pasien, menilai perubahan status pasien, dan mengevaluasi pelaksanaan tindakan yang telah diberikan. Dalam melakukan pemeriksaan fisik, terdapat teknik dasar yang perlu dipahami, diantaranya:
1.      Inspeksi
Inspeksi merupakan proses pengamatan atau observasi untuk mendeteksi masalah kesehatan pasien. Cara efektif melakukan inspeksi yaitu:
·         Atur posisi pasien sehingga bagian tubuhnya dapat diamati secara detail.
·         Berikan pencahayaan yang cukup
·         Lakukan inspeksi pada area tubuh tertentu untuk ukuran, bentuk, warna, kesimetrisan, posisi, dan abnormalitas.
·         Bandingkan suatu area sisi tubuh dengan bagian tubuh lainnya.
·         Jangan melakukan inspeksi secara terburu-buru.
2.      Palpasi
Palpasi merupakan pemeriksaan dengan indera peraba, yaitu tangan, untuk menentukan ketahanan, kekenyalan, kekerasan, tekstur, dan mobilitas. Palpasi membutuhkan kelembutan dan sensitivitas.  Untuk itu, hendaknya menggunakan permukaan palmar jari, yang dapat digunakan untuk mengkaji posisi, tekstur, konsistensi, bentuk massa, dan pulsasi. Pada telapak tangan dan permukaan ulnar tangan lebih sensitif pada getaran. Sedangkan untuk mengkaji temperature hendaknya menggunakan bagian belakang tangan dan jari.
3.      Perkusi
Perkusi merupakan pemeriksaan dengan melakukan pengetukan yang menggunakan ujung-ujung jari pada bagian tubuh untuk mengetahui ukuran, batasan, konsistensi organ-organ tubuh, dan menentukan adanya cairan dalam rongga tubuh. Ada dua cara dalam perkusi yaitu cara langsung dan cara tidak langsung. Cara langsung dilakukan dengan mengetuk secara langsung menggunakan satu atau dua jari. Sedangkan cara tidak langsung dilakukan dengan menempatkan jari tengah di atas permukaan tubuh dan jari tangan lain, telapak tidak pada permukaan kulit. Setelah mengetuk, jari tangan ditarik ke belakang.
4.      Auskultasi 
Auskultasi merupakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh tubuh melalui stetoskop. Dalam melakukan auskultasi, beberapa hal yang perlu didengarkan diantaranya:

a.       Frekuensi atau siklus gelombang bunyi.
b.      Kekerasan atau amplitude bunyi.
c.       Kualitas dan lamanya bunyi.

Dalam melakukan pemeriksaan fisik yang perlu dipahami diantaranya:
A.    Penyusunan Data Subjektif
Data subjektif didapat dari klien atau keluarganya maupun orang yang menghantar (tetangga, polisi, dan lain-lain). Data ini disebut juga anamnesa atau riwayat sakit/ kesehatan.
Penyusunan pertanyaan sebaiknya disusun secara padat, singkat dan relevan dengan patofisiologi penyakitnya. Buatlah kolom judul keluhan, sejak kapan terjadi dan uraian tentang judul keluhan dari awal  kejadian sampai saat hari pengkajian termasuk perubahan-perubahan yang terjadi selama waktu itu yang bisa merupakan perubahan perbaikan maupun memburuknya keadaan. Kemudian tanyakan dan catatlah: Apa respon klien terhadap setiap perubahan tersebut dan apa “hasil” sesudah respon tersebut dilakukan klien.

B.     Pemeriksaan Keadaan Umum
Penilaian keadaan umum meliputi:
1.      Keadaan sakit pasien
Menilai keadaan sakit pasien dari hasil inspeksi umum terhadap penderita dapat dilaporkan sebagai berikut:
·         Pasien tampak sakit berat
·         Pasien tampak sakit sedang
·         Pasien tampak sakit ringan
·         Pasien tampak tidak sakit
Penilaian ini dilengkapi dengan data objektif dari hasil pengamatan (inspeksi) umum seperti:
·         Pasien menggunakan oksigen
·         Pasien menggunakan NGT
·         Pasien menggunakan respirator
·         Pasien terpasang cairan infus
·         Pasien sangat sesak
·         Pasien harus pada posisi orthopnea
·         Pasien bisa makan sendiri
·         Pasien bisa jalan-jalan
·         Pasien tampak gembira dan sebagainya.
Data apapun yang didapat, akan menjadi bahan pertimbangan untuk memberi penilaian apakah ia sakit berat, sedang, ringan atau tampak tidak sakit. Kepentingan penilaian ini dikaitkan dengan urutan prioritas sikap apalagi bila menangani cukup banyak pasien pada situasi  tertentu seperti pada ruang gawat darurat, kerusuhan-kerusuhan, ataupun di bangsal dengan banyak pasien. Pasien gawat kita atasi kegawatannya dengan tindakan menurut azas kedaruratan sebelum menyelesaikan pemeriksaan secara lengkap.

2.      Menilai tanda-tanda vital
a.       Tingkat kesadaran
Kesadaran adalah derajat hubungan antara Hemispherium Cerebri dengan Reticular  Activating System (di bagian atas batang otak).
Kesadaran mempunyai dua komponen:
·         Fungsi mental keseluruhan. Komponen ini berhubungan dengan Hemispherium Cerebri.
·         Derajat “awas-waspada”. Komponen ini berhubungan dengan Reticular Activating System (=Ascending Reticular System).
Penilaian kualitatif tingkat kesadaran, secara klinis dan umum digunakan adalah:
·      Compos mentis       : sadar penuh
·      Apatis                      : perhatian berkurang
·      Somnolens               : mudah tertidur walaupun sedang diajak bicara
·      Soporus                   : dengan rangsangan kuat masih memberikan  
                                  respon gerakan
·      Soporo-comatous    : hanya tinggal reflek cornea (sentuhan ujung
                                  kapas pada cornea, akan menutup kelopak mata).
·      Coma                      : tidak memberi respon sama sekali.

Ada tiga hal yang dinilai dalam penilaian kuantitatif kesadaran yang menggunakan Skala Coma Glasgow, yakni:
·         Respon motorik
·         Respon bicara
·         Pembukaan mata
Ketiga hal di atas masing-masing diberi angka. Keadaan coma, tidak ada respon sama sekali dan tidak membuka mata.
Bila dijumlahkan, menjadi:
Score yang kurang atau sama dengan 7 disebut coma.
Score yang lebih atau sama dengan 9 disebut tidak  coma.

b.      Pemeriksaan/ pengukuran dan pencatatan
1.      Mengukur tekanan darah
Secara  baku (bunyi Korothkoff dan metoda A.H.A) : lebar manset 2/3 lebar lengan, posisi pasien duduk/berbaring, pada lengan kanan atau kedua lengan, memompa secepat mungkin sampai 20-30 mm di atas hilangnya nadi A. Radialis.
Menempatkan stetoskop dengan benar, menurunkan permukaan air raksa dengan kecepatan 3 mm/ detik, mendengar bunyi Korothkoff dengan seksama sambil menempatkan ketinggian kedua mata mengikuti turunnya permukaan air raksa.
Bunyi-bunyi Korothkoff
Akan terdengar bersamaan dengan nadi/ fase pemompaan ventrikel.
K I          : adalah bunyi pertama yang terdengar, sifatnya lemah,  
                 nadanya agak tinggi terdengar (tek…, tek…)
KII         : adalah bunyi seperti K Iyang disertai bising (teksst,  
                 teksst…) atau (tekrrd, tekrrd…)
KIII        : adalah bunyi berubah menjadi keras, nada rendah, tanpa  
                 bising (De:g, De:g…).
KIV        : saat pertama kali bunyi jelas melemah (De:g, De:g…  
               deg, deg… )
KV         : saat bunyi hilang
Nilai sistolik diambil dari Korothkoff I.
Nilai diastolik diambil dari Korothkoff V.
Kecuali : 
·         Pada anak kecil  (Balita).
·         Pada keadaan terus terdengarnya bunyi walaupun permukaan air raksa sudah nol (hal ini cukup sering kita temui).
Catatan: pada dua keadaan di atas digunakan K IV untuk pencatatan nilai diastolik.
Setelah mendapatkan nilai sistolik  dan diatolik maka segera hitung M.A.P (Mean Arterial Pressure) yaitu tekanan arteri rata-rata:
M.A.P = sist + diast
                        2
 
 



Makna dari M.A.P adalah penilaian Perfusi Ginjal. Ginjal perlu minimal M.A.P 70 mmHg untuk mencapai fungsi ginjal yang memadai.
Kurang dari ini fungsi ekskresi berbagai zat akan menurun sampai anuria dan potensial  akan memperburuk keadaan pasien.
Kriteria hipertensi menurut JNCVI, 1997 untuk usia 18 tahun ke atas:
Seorang dikatakan mempunyai Tekanan Darah Tinggi bila diukur dalam keadaan istirahat cukup dan kondisi  tenang, sedikitnya dalam dua kali kunjungan didapatkan nilai rata-rata dalam kriterianya sebagai berikut:
Kategori
Sistolik
mmHg
Diastolik
mmHg
Optimal
Normal
Normal tinggi
<  120      dan
<130        dan
130-139   atau
<80
<85
85-89

                      Hipertensi
Tingkat I
Tingkat II
Tingkat III
140-159    atau
160-179    atau
>= 180      atau
90-99
100-109
>= 110

2.      Menghitung nadi. Nadi dihitung selama satu menit penuh. Tempat-tempat palpasi denyut nadi:
Ø  A. Radialis
Ø  A. Brachialis
Ø  A. Femoralis
Ø  A. Poplitea
Ø  A. Dorsalis pedis
Ø  A. Carotis
Ø  A. Temporalis

Tiga komponen yang harus dilaporkan pada pemeriksaan nadi adalah:
Ø Frekuensi
Ø Teratur-tidaknya
Ø Isinya
Frekuensi nadi palpasi perlu dibandingkan dengan frekuensi jantung pada saat  bersamaan. Perbedaan nilai nadi dengan frekuensi jantung disebut pulsus deficit, ini menunjukkan adanya fibrilasi-atrium. Isi nadi melemah/ berkurang saat inspirasi lalu penuh/ kuat saat ekspirasi ini menunjukkan adanya gangguan pada kantung pericardium, seperti:
·      Pericardial effusion
·      Pericarditis constrictiva
·      Hemopericardium
Isi nadi seperti itu disebut Palsus paradoxus.
3.      Mengukur suhu tubuh (oral, axillar, rectal) lamanya pengukuran sesuai dengan yang tertera pada thermometer, jangan lupa mengeringkan axilla sebelumnya..
4.      Menghitung pernapasan. Frekuensi nappas dihitung 1 menit penuhdan diamati jenisnya. Bila didapat hal yang mencolok seperti dyspnea, orthopnea, dyspnea deffort) sebaiknya dituliskan di sini. Bila tidak ada, maka uraian lengkap dituliskan pada kolom pemeriksaan thorax.
5.      Catatan tentang hal umum yang mencolok. Bila ada sesuatu hal penting/mencolok yang ada hubungannya dengan kelangsungan hidup/ vital pasien, baik dilaporkan di kolom ini, misalnya:
·         Perdarahan banyak dan masih berlangsung.
·         Robekan dinding perut dan viscus keluar.
·         Fraktura iga menembus kulit.
·         Pasien sianosis (respiratory failure)
·         Tercium bau-bauan tertentu seperti:
o   Bau darah (walau tidak tampak)
o   Bau aseton (DM), amoniak (renal failure), mousyodor (bau kandang tikus putih-liver failure)
o   Bau faeces (obstruksi usus)

C.    Pemeriksaan Sistematik
1)      Keadaan rambut dan hygiene kepala
Rambut hitam, coklat, pirang, warna perak, berbau atau warna-warni bendera yang khas untuk defisiensi vitamin A. Mudah rontok, kulit kepala kotor, berbau secara umum menunjukkan tingkat hygiene seseorang. Pada kulit kepala bisa ditemui lesi seperti Vesicula, Pustula, Crusta karena varicella, dermatitis.

2)      Hidrasi kulit daerah dahi
Dapat diketahui dengan palpasi, penekanan ibu jari pada kulit dahi, karena mempunyai dasar tulang. Pada dehidrasi bisa ditemukan “finger print” pada kulit  dahi.


3)      Palpebrae
Edema palpebrae mudah tampak, cairan edema mudah terkumpul di palpebrae karena jaringan palpebrae sangat longgar, dan lebih tampak bila pasien bangun tidur atau pasien berbaring lama. Sesuai dengan hukum gravitasi, bila edema tidak menyeluruh, bisa terjadi edema palpebrae hilang/berkurang setelah pasien beraktivitas dengan posisi tegak karena kemudian cairan lebih banyak  terkumpuldi ekstremitas bawah.
Tempat pemeriksaan edema selain di kelopak mata adalah daerah sacrum dan pretibia dorsum pedis. Peradangan (Blepharitis, hordeolum/ bintitan) bisa juga ditemui. Kelopak mata yang selalu tertutup/ tidak mampu membuka disebut ptosis dan kelopak mata yang tidak bisa menutup rapat disebut lagophtalmus.

4)      Sclera dan konjungtiva
Ikterus tampak lebih jelas di sclera dibanding pada kulit. Teknik memeriksa sclera dengan 2 jari menarik palpebrae, pasien melihat ke bawah.
Radang pada conjungtiva bisa terjadi, baik pada conjunctiva bulbi maupun conjungtiva palpebrae. Keadaan anaemik bisa diperiksa pada warna yang pucat pada konjungtiva palpebrae inferior. Perdarahan sub-conjunctival bisa juga terjadi baik pada conjungtiva bulbi maupun palpebrae. Rembesan darah di conjungtiva palpebrae akan menimbulkan warna kebiruan di seluruh kelopak mata, disebut Black eye atau Brill hematom bila mengenai kedua mata.

5)      Tekanan bola mata/ Tekanan Intra Okular
Pemeriksa menggunakan dua jari telunjuk memeriksa membandingkan antara TIO bola mata kiri dan kanan dengan cara menekan bergantian pada bola mata atas dengan kelopak mata tertutup, merasakan tekanan intra okular, yang normal kiri sama dengan kanan. Kewaspadaan terhadap pasien glaucoma umumnya terhadap pasien berumur lebih dari 40 tahun.


6)      Pupil dan Refleks Cahaya
Pupil normal berbentuk bulat, sama besar (isokor) diameternya kira-kira  3mm. bila disinari diameternya akan mengecil kiri dan kanan yang disebut refleks cahaya langsung dan tak langsung.

7)      Visus/ Ketajaman penglihatan
Visus/ ketajaman penglihatan diperiksa pada mata, kiri dan kanan satu per satu. Digunakan optotype Snellen yang dipasang pada jarak 6 meter dari penderita. Teknik pemeriksaan: pasien diminta menyebut huruf atau angka yang ditunjuk oleh pemeriksa. Kemampuan menyebut sampai deretan huruf yang mana, tercantum di tepi Ooptotype Snellen:
·         Visus mata Emetrop diberi angka 6/6.
·         Visus 6/60 hanya bisa menghitung jari-jari dari jarak 6 meter.
·         Visus 6/300 hanya bisa melihat gerak jari-jari dari jarak 6 meter.
·         Visus 6/tak terhingga hanya bisa melihat terang-gelap.
·         Mata buta/anopsia tidak bisa melihat terang sama sekali.

8)      Rongga hidung dari depan/ Rhinoscopia Anterior
Diperiksa septum hidung, di tengah atau tidak, ada benda asing, sekret hidung, jernih, purulen, perdarahan, peradangan mucosa, polip. Digunakan spekulum hidung atau pasien diminta membesarkan rongga hidungnya. Agak ke dalam diperiksa juga Concha nasalis media dan inferior (tampak dari luar).

9)      Daun telinga, lubang telinga dan membran tympani
Canalis bersih, bercerumen atau bernanah. Sesudah bersih atau dibersihkan, barulah membrane tympani dapa diperiksa. Membran tympani yang utuh dengan posisi baik akan memantulkan refleks cahaya politzer pada penyinaran lampu senter. Lubang perforasi kecil bisa tampak, atau tidak tampak membran tympani sama sekali karena sudah jebol total. Membran tympani utuh dengan refleks negatif (tidak ada) menunjukkan keadaan kedudukan berubah: cembung (ada nanah di telinga tengah) atau cekung karena retraksi (tekanan telinga tengah lebih rendah dari atmosfir).

10)  Fungsi pendengaran: Test Rinne, Webber dan Schwabach
Hasil Test Rinne   : positif/negatif.
Hasil Test Weber  : lateralisasi ke kiri/kanan atau tidak ada lateralisasi.
Hasil Schwabach  : memendek atau sama dengan pemeriksa.
Garpupenala yang digunakan:
Test Rinne freq.               : 256 Hz
Test Weber freq.              : 512 Hz
Test Schwabach freq.       : 512 Hz

11)  Higiene rongga mulut, gigi-geligi, lidah, tonsil dan pharynx
Rongga mulut : diperiksa bau mulut, radang mucosa (stomatitis), dan adanya Aphtae (sariawan). Stomatitis harus dibedakan dengan Aphtae. Labio/palate/genato schizis juga dilaporkan dalam kolom ini.
Gigi-geligi : diperiksa adanya makanan, karang gigi, carries, sisa akar, gigi yang tanggal, perdarahan, abses, benda asing (gigi palsu), keadaan gusi, meradang/gingivitis dan ada tidaknya radang jaringan penyangga gigi (periodontitis).
Lidah : kotor/coated akan ditemui pada keadaan: Hygiene mulut yang kurang, Demam typoid, Tidak suka makan, Pasien coma, perhatikan pula tepi lidah yang hiperemik yang dapat ditemui pada pasien Typhoid fever.
Tonsil : tonsilla pallatina berada di antara kedua pilar Plica tonsilaris. Ukuran besarnya tonsil dinyatakan dengan:
T0 – bila sudah dioperasi
T1 – ukuran normal yang ada
T2 – pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah
T3 – pembesaran mencapai garis tengah
T4 – pembesaran melewati garis tengah
Tonsil diperiksa apakah meradang atau tidak. Kadang-kadang didapati nanah melekat (GO) atau membran putih perak melekat pada infeksi Difteria. Infeksi/ caries pada gigi seringkali menjadi fokus infeksi terhadap tonsil sehingga peradangan menjadi kronik.
Pharynx : dinding belakang oro-pharinx diperiksa apakah ada peradangan, pembesaran adenoid dan lendir/ secret yang ada.


12)  Kelenjar getah bening leher, sub mandibulla, dan sekitar telinga
Kelenjar getah bening dapat terjadi karena infeksi di fokus lain, seperti: dari pharynx, tonsil, gigi, larynx, dan telinga. Infeksi toxoplasmosis memberi gejala pembesaran kelenjar getah bening leher juga.

13)  Kelenjar tiroid
Kelenjar tiroid diperiksa mula-mula dengan inspeksi atas, bentuk, dan besarnya bila ada pembesarannya telah nyata. Dengan cara palpasi satu tangan dari samping atau dua tangan dari arah belakang, jari-jari meraba permukaan kelenjar dan pasien diminta menelan. Dalam keadaan normal, kelenjar tiroid tidak dapat dirasakan perbedaannya dengan jaringan sekitarnya.
Apabila dirasakan ada sesuatu yang dapat diraba, saat menelan kelenjar tiroid akan ikut naik turun. Hal ini memastikan bahwa yang diraba tadi adalah benar kelenjar tiroid. Palpasi tiroid dilaporkan mengenai bentuknya, simetris atau tidak, diraba keras atau kistik, ataukah noduler (berbenjol).
Auskultasi tiroid: bila ditemukan adanya Bruit tiroid mungkin ini suatu keganasan karena aliran darah dan pembuluh darah bertambah banyak (neovaskularisasi).

14)  Tekanan vena jugularis
Tekanan vena jugularis merupakan gambaran/cermin secara tidak langsung atas fungsi pemompaan ventrikel. Karena setiap kegagalan pemompaan ventrikel menyebabkan terkumpulnya darah lebih banyak pada sistem vena. Analog dengan keadaan ini adalah “over load” cairan infuse yang diberikan juga meningkatkan tekanan vena jugularis. Jadi, dengan inspeksi dapat tampak apakah vena jugularis mengembang dengan nyata atau tidak.
Pengukuran tekanan vena jugularis:
Pasien dibaringkan dengan bantal pada kepala. Bendunglah daerah supra clavicula agar vena jugularis tampak jelas. Kemudian tekan ujung proximal vena jugularis (di dekat Angulus mandibulae) sambil melepas bendungan supra clavicula. Amati tingginya kolom darah yang ada.
Ukurlah jarak vertikal  permukaan atas kolom yang ditemukan terhadap bidang horizontal yang melalui Angulus Ludovici. Katakanlah jaraknya a cm di bawah/ di atas bidan horizontal tadi.
Maka nilai tekanan vena jugularisnya:
JVP          = 5 – a cm air  (bila di bawah bidang horizontal)
                 = 5 + a cm air (bila di atas bidang horizontal)
Bila permukaan kolom darah tepat pada bidang horizontal tersebut, maka: JVP = 5 + 0 cm air.
Angka 5 berasal dari jarak Atrium Kanan ke titik Angulus Ludovici kira-kira  5 cm.

15)  Ada tidaknya kaku kuduk/tengkuk
Setiap rangsang meningeal, baik karena peradangan maupun perdarahan Sub-Arachnoid menimbulkan kekakuan otot-otot leher/spasme otot. Spasme otot ini disebut kaku kuduk/tengkuk yang merupakan ciri atas adanya iritasi/rangsangan meningeal.

16)  Thorax dan fungsi pernapasan
Untuk memeriksa daerah thorax, diperlukan ingatan kembali tentang garis-garis imaginer.
·         Linea mid-sternalis
·         Linea sternalis
·         Linea mid-clavicularis
·         Linea axillaris anterior, media, posterior
·         Linea scapularis
·         Linea vertebralis
·         Angulus Ludovisi, Angulus Costae, dan Arcus Costae
Secara berurutan pemeriksaan thorax harus meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Inspeksi :
a.       Amati bentuk, apakah biasa/normal atau ada kelainan bentuk seperti:
·         Kiposis, lordosis, scoliosis, gibbus (kiposis yang ekstrim).
·         Bentuk dada burung (Pigeon chest) = sternum menonjol.
·         Bentuk dada tukang sepatu/cekung (Funnel chest).
·         Barrel chest (besar-menggembung muka belakang).
b.      Amati pernapasan pasien seperti:
·         Terdengar stridor inspirasi/ekspirasi
·         Menghitung frekuensi pernapasan, yang normalnya 16-24 x per menit. Dan juga ada perbandingan frekuensi napas dengan frekuensi jantung kira-kira 1:4. Napas yang lebih dari 24 kali per menit disebut tachypnea dan bila kurang dari 16 x per menit disebut bradipnea.
·         Catat pula pola/irama pernapasannya. Teratur, periodik Cheynnes stokes, periodik Biot, Kussmaul (cepat-dalam), Hiperventilasi (hanya dalam), atau irama satu-satu pada psien sebelum meninggal.
·         Amati ada tidaknya dyspnea (setiap ketidaknyamanan bernapas dalam bentuk apapun):
o   Tanda-tanda retraksi intercostals,
o   Tanda-tanda retraksi supra sternal,
o   Pernapasan cuping hidung,
o   D’effort inspirasi, seperti pada difteria,
o   D’effort ekspirasi, seperti pada asma bronkiale dan
o   Orthopnoe, lebih nyaman bernapas pada posisi duduk.
c.       Ada dua hal lain yang dihubungkan dengan  fungsi pernapasan:
·         Pengamatan sianosis di sekitar bibir, mulut, dan dasar kuku.
·         Clubbing of the finger (seperti ujung pemukul gendering).
d.      Amati suara batuk yang terdengar (produktif, kering, whooping, pendek-pendek/ dehem-dehem).
Palpasi:
Palpasi pada dinding thorax menggunakan seluruh telapak tangan dan jari, kiri dan kanan dengan maksud meraba dan merasakan getaran dinding dada sewaktu pasien mengucapkan kata “tujuh puluh tujuh…” berulang-ulang.
Getaran yang dirasakan disebut Vocal fremitus, perabaan dilakukan di seluruh permukaan dada (kiri, kanan, depan, belakang). Umumnya, pemeriksaan ini bersifat membandingkan bagian mana yang lebih bergetar atau kurang bergetar. Pemadatan jaringan paru (pneumonia, keganasan) akan terasa lebih bergetar. Pleural effusion dan Pneumo thorax akan terasa kurang bergetar.
Perkusi:
Perkusi dinding thorax, dengan cara mengetuk dengan jari tengah-tangan kanan pada jari tengah-tangan kiri yang ditempelkan dengan erat di dinding dada di celah intercostals (kecuali pemeriksa kidal tentu sebaliknya).
Penilaian suara yang ditimbulkan oleh perkusi:
·         Sonor adalah suara perkusi jaringan paru normal.
·         Redup adalah suara perkusi jaringan yang lebih padat/konsolidasi paru-paru seperti, pneumonia.
·         Pekak adalah suara perkusi jaringan yang padat seperti pada:
o   Adanya cairan di rongga pleura
o   Perkusi daerah jantung, dan
o   Perkusi daerah hepar.
·         Hypersonor/tympany adalah suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong seperti: daerah Caverne-caverne paru, penderita asma kronik terutama dengan bentuk dada Barrel chest akan terdengar seperti ketukan benda-benda kosong, bergema. Perkusi dilakukan dengan cara membandingkan kiri-kanan pada setiap daerah permukaan thorax.
(1)   Dengan perkusi juga dapat diperiksa rentang turunnya diafragma, sejak akhir ekspirasi sampai inspirasi maksimal yang normalnya berkisar 3-5 cm. Rentang turunnyadiafragma diperiksa di:
·         Thorax bagian belakang
·         Atas di batas paru-hepar/ ICS-4 kanan.
Bila paru-paru collaps, maka diafragma sisi yang bersangkutan tidak turun pada inspirasi maksimal.
(2)   Dengan perkusi thorax-depan, sekaligus menilai batas-batas jantung (perkusi di atas jantung terdengar pekak). Pada keadaan normal:
·         Batas atas jantung ICS 2-3
·         Batas kanan jantung linea sternalis kanan
·         Batas kiri jantung linea medio-clavicularis kiri (pada pasien dengan dada lebar batas kiri jantung: 1 jari medial dari linea mid-clavicula kiri).

Auskultasi:
Auskultasi paru adalah mendengarkan suara pada dinding thorax dengan menggunakan stetoskop, caranya: pasien diminta bernapas cukup dalam dengan  mulut terbuka dan letakkan stetoskop secara sistematik dari atas ke bawah dengan membandingkan kiri-kanan.
Ada tiga suara yang didengar pada pemeriksaan auskultasi:
1.      Suara napas
·      Vesicular, suara napas vesicular terdengar di semua lapangan paru yang normal. Bersifat halus, nada rendah, inspirasi lebih panjang dari ekspirasi.
·      Broncho-vesicular, suara napas Broncho-vesicular terdengar di daerah percabangan bronchus dan trache. Jadi, sekitar sternum dan region interscapular, nadanya sedang lebih kasar dibandingkan vesicular, inspirasi sama panjang dengan ekspirasi.
·      Bronchial, suara napas bronchial terdengar di daerah trakea (leher) dan supra sterna notch. Bersifat kasar, nada tinggi, inspirasi lebih pendek dibandingkan dengan ekspirasi.
Bila didapat suara broncho-vesikular atau bronchial di lapangan paru (yang semestinya vesicular), tentu merupakan suatu kelainan.
Bila tidak terdengar suara sama sekali, hal ini bisa karena paru-parunya collaps/atelektasis atau pleural effusion yang banyak jumlahnya. Jumlah cairan pleura yang tidak banyak bisa menimbulkan suara Vesicular yang melemah.
Bila terdengar suara seperti tiupan pada mulut botol, disebut suara Amforik merupakan suara resonansi dari rongga-rongga Caverne yang ada dalam paru-paru.
2.      Suara ucapan (tujuh puluh tujuh…) = vocal resonans
Penderita diminta mengucapkan “tujuh puluh tujuh” berulang-ulang setiap sesudah inspirasi secara berbisik dengan intonasi yang sama kuat. Pemeriksa mendengarkan dengan stetoskop secara sistematik di semua lapangan paru serta membandingkannya kiri dan kanan.
Suara normal : perlu mengenal/membiasakan mendengar pada orang sehat. Intensitas dan kualitas di kiri sama dengan di kanan.
Bronchophoni : suara terdengar jelas ucapannya dan lebih keras dibandingkan daerah sisi yang lain. Umumnya, ini akibat dari adanya proses pemadatan/konsolidasi paru.
Pectoriloquy : suara terdengar “jauh” dan tidak jelas (=nggrenyem). Bisa terdapat pada effusion atau atelektasis.
Egophony : suara bergema seperti seorang yang hidungnya tersumbat (=bindeng) dan terasa dekat. Suara semacam ini bisa didapat pada pemadatan paru yang disertai caverne/berongga-rongga besar. Tidak jarang ditemui pada sebuah paru sekaligus ada daerah effusion, ada daerah konsolidasi, mempunyai caverne, ada daerah yang masih normal maka vocal resonansnya bercampur sesuai distribusi kelainan parunya.

3.      Suara tambahan
Pada pernapasan normal tidak didapati suara tambahan. Suara tambahan menunjukkan ada kelainan.
Macam-macam suara tambahan:
·         Rales, bunyi yang dihasilkan oleh eksudat lengket saat saluran-saluran halus pernapasan mengembang pada inspirasi:
o   Rales halus, terdengar “meritik” halus pada akhir inspirasi jadi pendek saja.
o   Rales sedang, terdengar lebih kasar dan di tengah fase akhir inspirasi.
o   Rales kasar, terdengar lebih lama, yaitu pada seluruh fase inspirasi.
·         Ronchi, ciri khas ronchi adalah nada rendah dan sangat kasar terdengar baik pada saat inspirasi maupun ekspirasi. Ciri lain ronchi adalah akan hilang bila pasien disuruh batuk. Ronchi terjadi akibat terkumpulnya cairan mucus dalam trakea atau bronkus-bronkus besar  (misalnya pada edema paru).
·         Wheezing adalah bunyi musikal terdengar “ngiii…ik” atau pendek “ngiik”. Yang bisa didapat pada fase inspirasi maupun ekspirasi, bahkan biasanya lebih jelas pada ekspirasi. Wheezing terjadi karena ada eksudat lengket tertiup aliran udara dan bergetar nyaring. Biasanya, didapat pada bronchis acuta. Bila hanya terdengar pada fase ekspirasi, ini akibat udara melewati celah sempit bronchial. Pada keadaan ini, terdengarnya wheezing disertai ekspirasi yang memanjang.
·         Pleural Friction-Rub, suatu bunyi yang terdengar “kering” persis seperti suara gosokan Amplas pada kayu. Rales dan ronchi terdengar “basah” karena seperti gemercik cairan, Pleural friction-rub terjadi karena peradangan pleura, terdengar sepanjang fase pernapasan (inspirasi sepenuhnya). Paling jelas suara ini terdengar di daerah posteri-lateral bawah dinding thorax.

17)         Jantung
Pemeriksaan jantung meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Inspeksi
Pengamatan pertama mencari ictus cordis, yaitu denyutan dinding thorax karena pukulan ventrikel kiri pada dinding thorax. Bila normal, akan berada di ICS-5 pada medio clavicularis kiri selebar 1 cm saja. Inspeksi ictus cordis sulit didapat pada pasien-pasien yang gemuk, berotot besar atau kelenjar mammae yang besar. Dengan mengetahui letak ictus, secara tidak langsung bisa diperoleh gambaran tentang ada tidaknya pembesaran jantung (pembesaran jantung ictus cordis bisa sampai berada di linea axillaris anterior). Ictus cordis yang sangat nyata/ kuat sesuai juga dengan meningkatnya kerja ventrikel kiri seperti pada seorang yang sangat berdebar ketakutan atau hipertensi sistolik.
Bulging precordial (daerah precordial yang lebih menonjol dari dinding thorax yang lain) menunjukkan kemungkinan pembesaran ventrikel kanan atau aneurysma pangkal aorta.
Palpasi
·         Pada Ictus cordis, meraba Ictus cordis dengan telapak jari II-III-IV (seringkali juga ictus tidak nampak namun bisa teraba). Dirasakan kekuatan pukul dan ditentukan lebarnya ictus cordis yang normal tidak lebih dari 1 cm persegi.
Kalau teraba lebih lebar dan pukulannya kuat serta letaknya bergeser ke kiri hal ini sesuai dengan hipertrofi ventrikel kiri (misalnya karena hipertensi yang lama). Sedangkan hipertrofi ventrikel kanan akan menimbulkan gerakan naik turun di daerah linea sternalis kiri. Keadaan ini disebut Right Ventricular Lift/Heaving.
·         Memeriksa  ada tidaknya Thrill, yaitu getaran ictus cordis, tidak lain ini adalah murmur (pada auskultasi) derajat 5-6 yang keras/kasarnya dapat kita raba.
Perkusi
Pada pemeriksaan perkusi ditentukan batas-batas jantung, karena daerah jantung terdengar pekak. Dengan demikian, dapat ditentukan ukuran jantung apakah lebih besar daripada batas-batas normal ataukah tidak membesar. Pembesaran jantung yang dapat diperiksa dengan perkusi adalah pembesaran ventrikel kiri, yaitu akan membesar ke kiri agak ke bawah.
Pembesaran ventrikel kanan kurang dapat ditentukan dengan perkusi karena pembesarannya lebih ke arah antero posterior. Perkusi pada pasien gemuk atau sangat berotot akan menyulitkan penentuan batas-batas janntung dengan baik.
Auskultasi
Auskultasi jantung yaitu mendengar bunyi jantung dengan alat stetoskop. Untuk itu, diperlukan suasana yang tenang agar bunyi jantung terdengar baik. Kesalahan terbanyak pada auskultasi adalah ingin mendengar sekaligus/seketika semua bunyi-bunyi jantung yang semestinya satu demi satu sesuai dengan tempatnya, bunyi jantung mana yang kita perhatikan. Mula-mula gunakanlah sisi membrane dengan tekanan kuat untuk mendengar nada-nada yang lebih tinggi, kemudian sisi bell dengan tekanan ringan untuk mendengar nada-nada yang lebih rendah.
a.       Bunyi jantung (BJ)
BJ I adalah bunyi menutupnya katup Mitral dan Tricuspidalis.
BJ II adalah bunyi menutupnya katup Aorta dan Pulmonalis.
Ada lima tempat mendengar BJ untuk empat buah katup:
Katup aorta/A di ICS-2 Linea Sternalis Kanan di sini terutama disimak BJ II-A.
Katup Pulmonalis/P  di ICS-2 Linea Sternalis Kiri dan ICS-3 Linea Sternalis Kiri, di sini terutama disimak BJ II-P.
Katup trikuspida/T di ICS-4 Linea Sternalis Kiri, di sini terutama disimak BJ I-T.
Katup Mitral/Mdi ICS-5 Linea Medio-Clavicularis Kiri (atau di apeks (ictus) cordis), di sini terutama disimak BJ I-M.
Pada keadaan normal BJ II (A dan P) dan BJ I (T dan M) adalah bunyi tunggal karena menutupnya katup A bersamaan dengan P, dan T bersamaan dengan M.
BJ III didengar di daerah M. BJ III terdengar sesudah BJ II dengan jarak cukup jauh. Namun, tidak melewati separuh fase diastolic, nadanya rendah (sehingga lebih jelas dengan sisi bell).
Irama pacu kuda/ Gallop rhythm.
BJ III timbul akibat getaran derasnya pengisian diastolic dari atrium kiri ke ventrikel kiri yang sudah membesar, darah “jatuh” ke ruang lebar kemudian timbul getaran.
b.      Fase sistolik dan fase diastolik
Fase sistolik          : yaitu fase antara BJ I dan BJ II.
Fase diastolik       : yaitu fase antara BJ II dan BJ I berikutnya.
Fase diastolik lebih lebar/lama daripada fase sistolik. Jika pada fase ini diantaranya terdapat suara-suara tambahan baik suara tambahan pada fase sistolik atau suara tambahan pada fase diatolik atau pada kedua-duanya. Suara tambahan ini disebut bising jantung atau murmur (m).
c.       Bising jantung/ murmur (m)
Murmur adalah fibrasi/getaran yang terjadi di dalam jantung atau pembuluh darah besar yang diakibatkan oleh bertambahnya arus  Turbulensi darah. Arus darah yang normal adalah stream line.
Hal inilah yang menimbulkan bising.
Bila didengar murmur harus dideskripsi:
1.      Tempatnya (M, T, P) dan penjarannya/tidak menjalar.
2.      Terjadinya pada fase sistolik atau diastolik.
3.      Derajatnya.
4.      Tinggi rendahnya nada.
5.      Kualitasnya.
Beberapa interpretasi
BJ I
TM
Sangat keras




Lemah



Split
Pasien cemas
Hipertiroid
Hipertensi
Anemia
Mitral stenosis/MS
Decomp cordis
Pericardial effusion
Infark miokard
AV blok derajat I
BBB (Bundle Branch Block)
A II
Keras



Lemah
Hipertensi sistemik
Aneurisma
Aorta insufisiensi
Co artatio Aortae
Aorta stenosis
P II
Keras



Lemah
Mitral stenosis
Decomp kiri
Hipertensi pulmonal
Truncus arteriosus
Pulmonary Stenosis
BJ II split pada inspirasi : RBBB, ASD, PS, MI
BJ II  split pada ekspirasi : LBBB, AS
BJ III pada anak kecil, remaja, wanita hamil : bukan kelainan
BJ III dengan disertai keluhan gejala Decomp cordis lain disebut irama Gallop. Hal ini bisa ditemukan pada penyakit gagal jantung atau pemberian cairan infus yang overload.
18)     Abdomen
Pada pemeriksaan abdomen kita harus kembali mengingat pembagian daerah abdomen menurut :
·         Regio               -    Epigastrica
-          Hipochondrica kiri-kanan
-          Umbilicalis
-          Lumbalis kiri-kanan
-          Hipogastrica
-          Illiaca (=inguinal) kiri-kanan
·         4 kuadran        -    Kuadran kanan atas
-          Kuadran kiri atas
-          Kuadran kanan bawah
-          Kuadran kiri bawah
Khusus untuk pemeriksaan abdomen, urutannnya adalah inspeksi, auskultasi, barulah palpasi dan perkusi, karena palpasi/perkusi bisa meningkatkan frekuensi dan intensitas peristaltik usus sebelum diperiksa.

Inspeksi
1.      Pada inspeksi perlu disimak apakah abdomen membusung/membuncit atau datar saja, tapi perut (flank) menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak.
2.      Amati bayangan/gambaran bendungan pembuluh darah vena di kulit abdomen. Bila ada, maka perhatikanlah arah alirannnya.
Kalau didapat pelebaran vena yang berasal :
o    Dari bagian atas abdomen mengalir ke atas lagi ini berarti selesai dengan obstruksi vena porta hepatica / tekanan V.porta meningkat.
o    Dari bagian bawah abdomen aliran menuju ke atas abdomen, hal ini sesuai dengan obstruksi vena cava inferior.
Aliran normal pembuluh darah di kulit abdomen berasal dari pertengahan abdomen; ada yang menuju atas, ada yang menuju bawah dan tidak terlalu menonjol.
3.      Inspeksi juga mengamati apakah daerah abdomen tampak benjolan-benjolan/massa. Laporkan bentuk dan letaknya.
Auskultasi
Segera dilakukan sesudah inspeksi, stetoskop diletakkan pada daerah epigastrium dan 4 kuadran abdomen.
Mendengar suara peristaltik usus
Normal berkisar 5-35 kali per menit

Bunyi peristaltik yang keras dan panjang disebut borborygmi, ditemui pada gastroenteritis atau obstruksi usus pada tahap awal (sampai bisa “metalic sound”). Peristaltik yang berkurang ditemui pada ileus paralitik. Apabila setelah 5 menit tidak terdengar bunyi peristaltik sama sekali barulah kita katakan peristaltik negatif/tidak ada, (pada pasien post operasi). Daerah epigastrium di auskultasi untuk mencari Bruit Aorta, Bruit Arteri Renalis dicari di regio lumbalis kiri-kanan. Bruit Arteri Femoralis dicari di lipat paha kiri-kanan.
Palpasi
Sebelum anda lakukan palpasi, bertanyalah apakah ada bagian perut pasien yang terasa nyeri (spontan) tanpa palpasi, sebab bila pasien mengatakan ada, daerah tersebut harus di palpasi terakhir.Palpasi abdomen dimulai dengan palpasi umum terhadap keseluruhan dinding abdomen untuk mencari tanda nyeri umum (peritonitis, pancreatic). Kemudian mencari dengan perabaan ada/tidaknya masa/benjolan (Tumor, feces). Periksa juga turgor kulit perut untuk menilai hidrasi pasien. Sesudah itu, periksakanlah dengan tekanan pada regio supra pubica (cystitis), titik Mc Burney (Appendicitis) Regio epigastrica (gastritis) dan regio iliaca (adnexitis, K.E.T). Barulah kita secara khusus melakuakan palpasi hepar dan lien.

Palpasi Hepar
Teknik palpasi hepar dengan telapak tangan dan jari tangan dimulai dari kuadran kanan bawah berangsur-angsur naik mengikuti irama nafas dan gelembung perut dan berupayalah merasakan sentuhan tepi hepar pada tepi jari telunjuk. Pembesaran hepar menuju arah inferior. Pada keadaan normal hepar berada dibelakang arcus costa sehingga tidak teraba.

Apabila hepar dapat di raba, dibuat deskripsi sebagai berikut :
1.      Ukuran hepar di tepi bawah arcus costae (dalam cm atau lebar jari)
2.      Perabaan keras, lunak atau biasa.
3.      Tepi hepar : tajam atau tumpul
4.      Permukaan rata atau berbenjol-benjol
5.      Nyeri tekan atau tidak
Hepar membesar pada keadaan-keadaan :
·         Bendungan karena Decomp cordis
·         Malnutrisi
·         Gangguan fungsi hati/radang hati (Hepatitis, Thypoid fever, Malaria, dengue, Tumor hepar dan sebagainya)
Hepar yang didapat teraba 1 jari pada bayi dan anak-anak merupakan keadaan yang sering ditemui. Hal ini bukan berarti suatu pembesaran hepar.

Palpasi Lien
Teknik palpasi lien dengan cara bimanual (= 2 tangan), jari-jari tangan kiri mengangkat dengan cara mengait dinding perut kiri atas dari arah belakang, sedangkan jari-jari tangan berupaya meraba lien dari arah depan abdomen kiri atas mencari/meraba lien yang ditandai dengan adanya Incissura lienalis. Pembesaran lien mengikuti arah garis yang melewati umbilicus menuju kuadran kanan bawah abdomen.
Besarnya lien diukur menurut ukuran Schuffner dari arcus costae kiri sampai umbilicus mempunyai skala Schuffner -4S-1-2-3-4 dibagi menurut 4 bagian jarak dari arcus costae sampai umbilicus. Lien yang membesar didapat pada Thypoid fever, Dengue H. Fever, hipersplenisme, Leukemia dan sebagainya. Harus hati-hati melakuakan palpasi pada lien yang sudah sangat membesar karena bisa mengakibatkan ruptura lien, palpasilah dengan lembut/hati-hati.

Palpasi Titik Mc Burney
Titik Mc Burney berada pada batas sepertiga luar dan dua pertiga dalam dari garis imaginer yang menghubungkan umbilicus dengan SIAS kanan.
Pada radang akut appendix akan didapat nyeri tekan dan nyaeri lepas yaitu rasa nyeri timbul saat daerah ini ditekan maupun dengan mendadak dilepaskan. Perhatikan ekspresi wajah pasien saat menekan maupun saat mendadak dilepaskan.
Nyeri tekan kontra lateral dalah nyeri pada titik Mc burney saat pemeriksa menekan daerah kuadran kiri bawah abdomen. Hal ini terjadi karena dengan tekanan kuadran kiri abdomen, udara/massa di dalam colon (Descendens, Transversum, Ascendens maupun coecum) teregang dan timbul nyeri pula bila  appendix vermiformisnya meradang akut. Bisa terjadi ditemukan masa sebesar telur dan nyeri tekan pada palpasi daerah ini. Hal ini menunjukan adanya peradangan kronik dan sudah terjadi infiltrat di sebut appendicullar infiltrat.

Perkusi
Perkusi dilakukan dengan teknik yang sama seperti perkusi thorax. Suara perkusi abdomen yang normal adalah timpani. Masa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, ascites, vesica urinaria, masa tumor). Perkusi dilakukan pada semua kuadran.
Pemeriksaan adanya asites : cairan dalam rongga perut mengikuti hukum gravitasi, selalu berada dibagian bawah. Perkusi dimulai dari tengah abdomen dengan pasien posisi terlentang, menyusuri dinding abdomen; perkusi terus dilakukan menuju lateral. Perubahan suara dari timpani menjadi pekak merupakan batas cairan ascites yang ada, kemudian pasien di pindah posisi menjadi berbaring miring/lateral. Apabila memang ada cairan dalam rongga abdomen tentu akan berpindah ke bagian bawah mengikuti gaya gravitasi. Maka daerah lateral abdomen yang semula pekak setelah berada diatas menjadi timpani karena cairan berpindah, sebaiknya daerah umbilicus sekarang menjadi pekak. Dalam bahasa inggris disebut Shifting dullness.

Perkusi Ginjal
Perkusi ginjal dilakukan di dinding abdomen belakang pada sudut costo-vertebral (Costo vertebral angle), dengan dialasi telapak tangan kiri, kita lakukan perkusi dengan sisi ulnar kepalan tangan kanan (pada pemeriksa kidal tentu sebaliknya).
Pada peradangan/infeksi saluran kemih (U.T.I/Pyelonefritis) akan didapatkan tanda nyeri pada perkusi ini.
19) Kelenjar Limfe Inguinal, Genitalia dan Anus
a.    Kelenjar limfe inguinal diperiksa dengan palpasi, teraba membesar, nyeri tekan atau tidak, pembesaran dan nyeri merupakan petunjuk adanya infeksi dari daerah tungkai, kelamin atau metastase tumor testis/prostat.
b.    Pemeriksaan genitalia eksterna
Pria :
·             Diperiksa apakah kulit sekitar kelamin mengalami infeksi/jamur/kutu (pediculosis pubis)
·             Testis kiri-kanan, ada/tidak, hidrocele, radang (orchitis);
·             Mulut uretra : discharge nanah (G.O)
·             Atau phymosis, preputium tidak bisa ditarik;
·             Lesi herpers, condyloma-acuminata
·             Keganasan dan sebagainya.
Wanita :
Bila tersedia, pemeriksaan sebaiknya dilakukan diatas meja gynaekologik. Amati vulva secara keseluruhan adakah prolapsus uteri, benjolan kelenjar bartholin.
Amati secret vaginal :
·           Normal-jernih-tidak gatal
·           Lochea rubra-sampai 3 hari post partum
·           Lochea alba 9 hari kemudian
·           Coklat : mungkin CA, endometriosis
·           Keju air : mungkin monilla/candida
·           Putih mucoid : infeksi stafilokokus
·           Streptokokus
·           Putih berbusa : tricomonas vaginalis
·           Kuning kehijauan, lengket : GO
c.    Anus
       Anus diperiksa bersamaan dengan genitalia pada wanita. Pada pasien laki-laki, posisi pasien berbaring miring dengan lutut terlipat menempel di perut/dada.
       Periksa adanya    -  Hemoroid externa
-       Fissura
-       Fistula
-       Tanda keganasan

20) Lengan dan tungkai
     a. Pemeriksaan Edema
Edema bisa terjadi didaerah pretibia, sekitar malleolus, Dorsum pedis, jari-jari. Selain itu edema bisa terjadi di palpebrae atau didaerah tulang sacrum terlebih pada pasien-pasien berbaring lama (jangan lupa di periksa). Edema di periksa dengan menekankan jari dipermukan kulit dan kecekungan yang terjadi akan tidak segera hilang (pitting edema). Hal ini terjadi karena terkumpulnya cairan dijaringan extra selular (= interstitial) lebih banyak dari biasanya (Decomp corsis, nefrotik dan sebagainya). Non pitting edema seperi pada hypothyroidisme (myedema) adalah edema intra selular, tidak cekung pada penekanan.
b.  Menilai rentang gerak (Range of motion), diperiksa simetrisitas lengan dan tungkai, panjang dan besarnya dibandingkan antara sisi kiri dengan kanan. Keadaan ini patologik seperti : polio, fraktura tulang, kelumpuhan akan memberikan gambaran tidak simetris. Gerakan pasif ke berbagai arah dinilai apakah mengalami hambatan/keterbatasan gerak yang mungkin akibat dari kelainan sendi atau jaringan di sekitar sendi.
c.  Uji kekuatan otot
     Diawali dengan memeriksa tonus otot, trofi otot (tonus dihubungkan dengan ketegangannya, trofi dihubungkan dengan ukuran otot) dengan cara inspeksi palpasi. Bandingkan kiri dan kanan demikian pula dengan kekuatan otot.
Kekuatan otot dinilai dengan angka nol sampai lima :
0          Otot sama sekali tidak mampu bergerak tampak berkontraksi pun tidak, bila lengan/tungkai dilepaskan, akan jatuh 100% pasif.
1          Tampak kontraksi atau ada sedikit gerakan dan ada tahanan sewaktu jatuh
2          Mampu menahan tegak yang berarti mampu menahan gaya gravitasi (saja), tapi dengan sentuhan akan jatuh
3          Mampu menahan tegak walaupun sedikit didorong tetapi tidak mampu melawan tekanan/ dorongan dari pemeriksa
4          Kekuatan kurang dibandingkan sisi lain
5          Kekuatan utuh
Uji kekuatan otot sekali-kali bukan membandingkan kekuatan pasien dengan si pemeriksa.
d. Menilai reflek-reflek fisiologik
     Reflex fisiologik diperiksa pada ketukan tendon yang akan dijawab dengan kontraksi otot. Diperiksa refleks tendon : biceps, triceps, lutut, achiles.
e. Mencari reflex patologik babinski
     Reflex patologik babinski normal tidak ditemui.
     Caranya : lakukanlah goresan dengan benda berujung tumpul pada telapak kaki seperti pada gambar dibawah ini.
     Normal :
     Kelima jari-jari kaki akan melakukan gerak plantar flexi. Hasil seperti di atas disebut tanda babinski negatif
    
Pada kerusakan/lesi upper motor neuron (= U.M.N) akan didapat jawaban :
-            Ibu jari akan bergerak dorso flexi
-            4 jari lainnya bergerak plantar flexi
Hasil seperti ini disebut tanda babinski positif (= abnormal).
f.  Mencari tanda-tanda khusus, seperti :
-            Clubbing of the finger , ujung-ujung jari seperti ujung tongkat genderang.
(Pada penyakit jantung bawaan, kronik, kelainan darah, TBC/COPD kronik). Terjadi pada semua keadaan dimana jaringan kekurangan oksigen secara menahun/lama.
-            Spider naevi, pelebaran, arteriola berbentuk laba-laba pada pasien Cirrhosis hepatis yang sudah lanjut, bahkan bertambah banyak pada keadaan coma hepaticum.
Gambaran khasnya, apabila ditekan kemudian dilepaskan, darah akan mengisi kembali arteriola ini dari arah sentral ke seluruh jari-jarinya seperti letupan kembang api di udara malam.
Uremic Frost- salju ureum
     Didapat pada pasien uremia. Setelah keringat yang mengandung ureum menguap, tertinggal “bedak” ureum. Pemeriksaan dengan perabaan dan bukan saat pasien baru saja dimandikan.

21) Payudara pada pasien perempuan
       Lakukanlah pemeriksaan secara legeartis. Pasien berbaring dengan sedikit ganjal di punggungnya, posisi baring berada di tepi meja pemeriksaan yang sesuai dengan sisi payudara mana yang akan diperiksa (bergantian kiri-kanan). Dengan demikian ada ruang gerak yang cukup untuk sendi bahu sewaktu pemeriksaan dilakukan.
Inspeksi
Periksalah apakah tampak retraksi kulit daerah mamae akibat tarikan ligamentum cowperi seperti kulit jeruk . adakah discharge berbau dari puting susu, ulcus, bayangan benjolan yang tampak sehingga tidak simetris bentuknya.
       Palpasi
Lengan kanan pasien ditopang dengan lengan kiri, pemeriksa, sewaktu tangan kanan pemeriksa melakukan palpasi pada setiap kuadran mamae pasien dan fossa axillarisnya. Diperiksa elastisitasnya, adakah kekakuan/lekatan dengan dasar, diperiksa ada tidaknya benjolan tumor, bila ditemukan buatlah deskripsi tentang : bentuk, ukuran, konsistensi dan keadaan permukaaannya. Palpasi selalu dilanjutkan ke kelenjar limfe axillar untuk memeriksa adanya metastase tumor ke daerah tersebut.

22) Collumna vertebralis
       Pasien pada posisi duduk, membelakangi pemeriksa.
       Inspeksi
              Amati bentuk dari susunan Collumna Vertebralis akan adanya kelainan-kelainan seperti Scoliosis, Kyposis, Gibbus, Meningocele, Spina bivida (spina bivida oculta di tutupi rambut).
       Palpasi
            Tekanlah processus spinosus dari cervical sampai lumbo-sacral mencari tanda nyeri yang mungkin di dapat, seperti pada pasien HNP.

23) Uji Syaraf Cranial
            Uji syaraf kranial sudah merupakan pemeriksaan khusus neurologis yang rutin bagi pasien penyakit syaraf. Tetapi sebagian dari padanya merupakan bagian dari pemeriksaan umum,yaitu :
       Fungsi      N II                 Ketajaman penglihatan (Visus)
                        N VIII                         Pendengaran dan keseimbangan

       Juga catatan tentang cara berjalan yang khas sewaktu pasien masuk ruang pemeriksaan adalah catatan dari aspek neurologik.
       Cara pemeriksaan saraf cranialis :
       N I            Olfactorius – penghiduan
       Fungsi penghiduan diperiksa dengan bau-bauan seperti tembakau, wangi-wangian yang di minta agar pasien menyebutkannya dengan mata tertutup.




       N II          Opticus
                    Diperiksa dengan pemeriksaan visus terhadap setiap mata. Digunakan optotype snellen yang dipasang pada jarak 6 meter dari pasien. Visus ditentukan dengan kemampuan membaca jelas deretan huruf-huruf yang ada.
       N III         Oculomotorius
       N IV         Trochlearis
       N VI         Abduscens
                                    Diperiksa bersama dengan menilai kemampuan pergerakan bola mata ke segala arah, diameter pupil dan reflex akomodasi.
                        Paling sensitif terhadap kenaikan tekanan intra kranial, ia akan mengalami gangguan paling awal, bola mata tak dapat melirik ke lateral (perhatikan pasien-pasien dengan nyeri kepala hebat yang tidak hilang-hilang)
       N V          Trigeminus
                        N V berfungsi sensorik dan motorik : sensorik diperiksa pada permukaan kulit wajah bagian dahi, pipi dan rahang bawah dengan goresan kapas dan mata tertutup. Motorik diperiksa dengan kemampuan menggigitnya; rabalah kedua tonus musculus massester saat diperintahkan untuk gerak menggigit.
       N VII       Fascialis
                        Fungsi motorik N VII : Diperiksa kemampuan mengangkat alis, mengerutkan dahi, mencucurkan bibir, tersenyum, meringgis, (memperlihatkan gigi-gigi depan) bersiul, menggembungkan pipi.
                        Fungsi sensorik N VII : Diperiksa rasa pengecapan pada permukaan lidah yang dijulurkan (gula, garam, asam)
       N VIII     Vestibulo-acusticus
                        Fungsi keseimbangan diperiksa dengan test romberg. Penderita berdiri tegak dengan mata tertutup. Bila pasien terhuyung-huyung dan jatuh berarti alat keseimbangan juga diperiksa dengan berdiri satu tumit atau berjalan pada garis lurus.
                        Pemeriksaan pendengaran, dengan menggunakan garpu penala.

                        Test Rinne (garpu penala 256 Hz)
                        Penala digetarkan, tangkainya ditempelkan pada proc.mastoideus, tepat saat tidak terdengar pasien memberi tanda, kemudian pindahkan ujung getar ke muka liang telinga pasien. Normal masih terdengar suara, hal ini disebut Rinne positif.
                        Rinne positif bisa berarti normal, bisa berarti tuli perseptif tidak total, tuli konduktif memberi hasil rinne negatif.

                        Test Weber (garpu penala 512 Hz)
                        Penala digetarkan tangkainya ditempelkan pada garis tengah kepala pasien pada vertex atau glabella. Pasien diminta menyebutkan sisi telinga mana yang lebih keras mendengar. Jawaban bisa salah satu terdengar lebih keras atau sama keras. Satu sisi lebih keras disebut lateralisasi ke sisi kiri atau kanan. Sama keras disebut sebagai tidak ada lateralisasi. Lebih keras terdengar di kiri bisa berarti 2 hal :
a.          Telinga kiri tuli konduktif
b.          Telinga kanan tuli perseptif
Sama keras bisa pula berarti 3 hal :
a.         Kedua telinga normal
b.         Kedua telinga tuli konduktif
c.         Kedua telinga tuli perseptif

                        Test Schwabach (garpu penala 512 Hz)
            Maksud pemeriksaan ini adalah membandingkan hantaran suara melalui tulang tengkorak ke cochlea antara pemeriksa dengan pasien. Syarat pemeriksa pendengarannya normal. Setelah garpu penala digetarkan, ditempelkan pada proc. Mastoideus paisen, segera saat tidak terdengar suara, pasien memberi tanda. Lalu dengan segera pula dipindahkan ke proc. Mastoideus pemeriksa. Bila ternyata masih terdengar, diktakan Schwabach pasien memendek (lebih pendek dari pendengaran pemeriksa). Bila urutan pemeriksaan dibalik, hasilnya tetap memendek, berarti ada gangguan pada sistem cochlea pasien (= tuli perseptif). Normal test Schwabach memberi hasil : sama dengan pemeriksa.
Ketiga test :
Rinne, Weber dan Schwabach disusun, dicantumkan kesimpulan-kesimpulannya lalu ditarik kesimpulan akhir dengan mengumpulkan hal-hal yang cocok dan menyingkirkan hal-hal yang cocok dan menyingkirkan hal-hal yang tidak cocok, maka didapat diagnosa keadaan pendengaran pasien :
-            Normal
-            Tuli konduktif kiri/kanan
-            Tuli perseptif kiri/kanan atau kombinasinya
Latihan menarik kesimpulan perlu dilakukan pada praktek laboratorium. Pendengaran pada bayi diperiksa dengan adanya respons berkedip bila diberikan suara tepuk tangan dari jarak kira-kira 30 cm.
       N IX         Glossopharyngeus dan N X/Vagus
Diperiksa letak Uvula, ditengah atau deviasi serta kemampuan menelan pasien.
       N XI         Accessorius
Diperiksa dengan kemampuan mengangkat bahu kiri dan kanan (Kontraksi M. Trapezius) dan gerakan kepala.
       N XII       Hypoglossus
Diperiksa dengan kemampuan menjulurkan lidah pada posisi lurus, gerakan lidah mendorong pipi kiri dan kanan dari arah dalam.    





Penulisan dokumentasi hasil pemeriksaan fisik
Kasus:
Ny. D berusia 25 tahun, baru menikah 3 bulan yang lalu datang ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisinya. Ibu mengeluhkan  bahwa dirinya merasa pusing yang hebat sejak 2 hari yang lalu sampai sekarang, sejak 5 bulan yang lalu dirinya sering mengalami lemas, letih, lesu serta sering pusing dan mual saat berdiri dari posisi semula jongkok, saat ini  ibu tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan dan tidak menggunakan pil KB,  beberapa minggu ke belakang, ibu sering merasakan telinganya sering mendenging. Sebelum  pemeriksaan ini, ibu tidak  pernah memeriksakan dirinya ke tenaga kesehatan. Menstruasi ibu teratur, tetapi ibu pernah beberapa kali mengalami pingsan saat menstruasi.
Saat itu bidan langsung melakukan pemeriksaan fisik terhadap ibu dan didapati bahwa ibu mengalami anemia.
Berikut ini contoh pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik pada kasus anemia

Dokumentasi Pemeriksaan Fisik

A.    Biodata
Pasien/klien
Suami/ Istri
Nama
:
Ny. D
Nama
:
Tn. B
Umur
:
25 tahun
Umur
:
27 tahun
Pendidikan
:
S1
Pendidikan
:
S1
Pekerjaan
:
Pegawai swasta
Pekerjaan
:
Pegawai swasta
Agama
:
Islam
Agama
:
Islam
Alamat
:
Jl. Ahmad Yani No.11
Rt 05/08 Bandung
Alamat
:
Jl. Ahmad Yani No. 11
Rt 05/08 Bandung
                                  
B.     Keluhan utama                               : ibu mengatakan merasa pusing yang hebat sejak 2 hari yang lalu sampai sekarang. Sejak 5 bulan yang lalu sampai sekarang ibu sering merasa lemas, letih dan lesu serta sering pusing dan mual saat berdiri dari posisi semula jongkok. Beberapa minggu kebelakang ibu sering merasakan telinganya mendenging.
C.     Riwayat penyakit sekarang            : tidak ada penyakit berat
D.    Riwayat penyakit masa lalu           : ibu belum pernah melakukan pemeriksaan sebelumnya
E.     Riwayat penyakit keluarga             : ibu mempunyai penyakit jantung, diketahui sejak tahun 2007
F.      Riwayat psiko-sosial                      : hubungan ibu dengan suami dan keluarga baik.
G.    Aktivitas sehari-hari
a.       Pola makan dan minum           : makan 3x  sehari (menu: nasi, lauk pauk, sayuran, telur, buah-buahan, daging jarang karena tidak terlalu suka)
Minum 8 gelas sehari, jarang minum susu.
b.      Pola BAB dan BAK               : BAB  1x sehari, konsistensi : lunak
                                                  BAK 5-6x sehari, warna kuning muda
c.       Istirahat dan tidur                   :  Tidur siang : tidak pernah,
                                                   Tidur malam: 6-7 jam
d.      Aktivitas sehari-hari                : Bekerja sebagai pegawai swasta,
                                                  aktivitas di balik meja kerja
e.       Pola seksual                             : berhubungan seksual seminggu ± 3x

DATA OBJEKTIF
A.    Keadaan umum           : baik
B.     Bentuk tubuh              : proporsional
C.     Status emosional         : stabil
D.    Kesadaran                   : compos mentis
E.     Tanda-tanda vital        : TD:  90/60 mmHg     N: 88x/menit   S: 36,80C (axilla)
  P: 20 x/menit
F.      Antropometri              : TB: 154 cm   BB: 49 Kg       Lila: 24 cm
Lingkar perut              : 77cm
Panjang ekstremitas atas         : kanan: 58 cm             kiri: 58 cm
Panjang ekstremitas bawah     : kanan: 98cm              kiri: 98 cm
G.    Kepala
a.       Rambut   
Inspeksi    : warna  hitam, agak tipis halus, distribusi merata, tidak rontok
Palpasi      : kepala tidak ada benjolan/ massa, tidak ada deformitas
b.      Wajah
Inspeksi    : pucat
Palpasi      : hidrasi kulit baik, tidak ada finger print
N.VII fasialis
Motorik    : ibu dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi, tersenyum, meringgis, menggembungkan pipi.

c.       Mata         :
Inspeksi                 : bentuk simetris,
Konjungtiva          : pucat                                     sklera: putih
N.III (Oculamotorius) gerakan bola mata : sesuai
Reflek pupil
Reflek pupil
Mata kiri
Mata kanan
Langsung
Mengecil
Mengecil
Tidak langsung
Mengecil
Mengecil

                   Reflek akomodasi           
NII (optikus): Visus: mata emetrop
NIV (Trochlearis) : lapang pandang:
NVI (Abduscens) : T.I.O bola mata kiri = T.I.O bola mata kanan
Sinus                    : tidak ada

d.      Hidung     
Inspeksi                 : septum hidung di tengah, tidak ada sekret ataupun benda asing
Sudut
Telinga kiri
Telinga kanan
Nasal


Inferior


Superior


Lateral



N I (olfaktorius)    : dapat mencium bau dengan benar
e.       Telinga     
Inspeksi                 : canalis bersih
NVIII (Vestibulo-acusticus) Pendengaran           :
Teknik
Telinga kanan
Telinga kiri
Riene (256 Hz)
Positif
Positif
Weber (512 Hz)
Tidak ada lateralisasi
Tidak ada lateralisasi
Schwabach (512 Hz)
Sama dengan pemeriksa
Sama dengan pemeriksa

f.       Mulut
Inspeksi                             : warna bibir pucat
NIX (Glossopharyngeus)  : letak uvula di tengah, kemampuan menelan baik.
NXII (Hypoglossus)         : kemampuan menjulurkan lidah pada posisi lurus
Motorik                             : bisa menggerakkan lidah
NVIII Facialis : sensorik  : pengecapan rasa manis, pahit, asin terasa jelas.
g.      Leher
Inspeksi                 : bentuk simetris
JVP                       : 5 + 0 cm air               Pemompaan ventrikel: normal
Kaku kuduk          : tidak kekakuan otot-otot leher
h.      Dada
Inspeksi                 : bentuk simetris
Palpasi                   : vokal fremitus           : normal
Perkusi                  : suara paru-paru          : vesicular kanan= vesicular kiri                      ekspansi paru: tidak ada
Batas atas jantung : ICS 2-3         batas kanan jantung: linea sternalis kanan
Batas kiri jantung  : linea medio-clavicularis kiri  Batas bawah jantung
Auskultasi             : bunyi nafas sterna     :           bunyi paru-paru:
Suara tambahan     : tidak ada rales, ronchi, wheezing dan pleural friction rub




Bunyi jantung       :
Bunyi jantung
Hasil
BJ II (aorta)
Normal
BJ II (pulmonalis)
Normal
BJ II (pulmonalis)
Normal
BJ I (trikuspidalis)
Normal
BJ I (mitralis)
Normal
      Heart Rate (HR)         : 88 x/menit
      Nadi                            : 88 x/menit
i.        Abdomen
Inspeksi     : bentuk datar, tepi perut tidak menonjol, umbilicus tidak menonjol.
Auskultasi : bising usus 20x/ menit
Palpasi       : tidak ada hepatomegali
Perkusi      : suara tympani, tidak ada asites
j.        Punggung
Inspeksi     : bentuk simetris
Auskultasi : suara napas dan bunyi jantung normal
Palpasi       : tidak ada pembengkakan
Perkusi      : tidak ada cairan
NXI Accesorius    : bisa mengangkat bahu kiri dan kanan dan bisa menggerakkan kepala
k.      Genitalia (tidak dilakukan pemeriksaan genitalia)
Inspeksi     : tidak dilakukan pemeriksaan genitalia
Palpasi       : tidak dilakukan pemeriksaan genitalia
l.        Ekstremitas
Inspeksi     : kuku tangan kanan    : pucat
                    kuku tangan kiri        : pucat
inspeksi     : kuku kaki kanan        : pucat
                    kuku kaki kiri            : pucat

kekuatan otot        :
Tangan kanan
5
Tangan kiri
5
Kaki kanan
5
Kaki kiri
5
Reflek      :
Otot
Tangan
Kaki
Kiri
Kanan
Kiri
Kanan
Bisep
Positif
Positif

Trisep
Positif
Positif
Archiles

Positif
Positif
Patella
Positif
Positif
Reflek Babinzki
Positif
Positif
NVIII (Vestibulo-acusticus) Keseimbangan       : Pasien dapat berjalan pada
                                                                                garis lurus

Pemeriksaan penunjang
Hb                              : 9,4 gr/dL
Leukosit                     : 7500 /mm3
Trombosit                   : 350.000 /mm3












Horizontal Scroll: kesimpulan 




Pemeriksaan fisik merupakan salah satu cara untuk mengetahui gejala atau masalah kesehatan yang dialami oleh pasien. Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mengumpulkan data tentang kesehatan pasien, menambah informasi, menyangkal data yang diperoleh dari riwayat pasien, mengidentifikasi masalah pasien, menilai perubahan status pasien, mengidentifikasi masalah pasien, menilai perubahan status pasien, dan mengevaluasi pelaksanaan tindakan yang telah diberikan. Dalam melakukan pemeriksaan fisik, terdapat teknik dasar yang perlu dipahami, diantaranya Inspeksi, Palpasi, Perkusi dan Auskultasi.