Setelah mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan
mampu mengetahui dan memahami materi mengenai pemeriksaan fisik secara umum
dengan tepat.
![]() |
1. Augustinus,
Andy Santosa. 2000. Pemeriksaan Fisik Cetakan Kelima. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan (STIK) St.
Carolus.
- Musrifatul Uliyah, A. Aziz Alimul Hidayat . Keterampilan Dasar
Praktik Klinik untuk Kebidanan (Edisi 2). Jakarta: Salemba Medika.2008.
![]() |
Pemeriksaan fisik berasal dari
kata physical examination berarti
memeriksa tubuh dengan atau tanpa alat untuk mendapatkan informasi yang
menggambarkan kondisi klien. Pemeriksaan
fisik merupakan salah satu bagian dari rangkaian pengkajian, dalam asuhan
kebidanan pengkajian merupakan tahapan yang pertama dilakukan oleh seorang
perawat atau bidan sebelum menentukan masalah kebidanan atau keperawatan.
Kemampuan bidan atau perawat
melakukan pemeriksaan fisik secara komprehensip sangat diperlukan karena data
yang diperolah dari pemeriksaan fisik ini akan menjadi dasar dalam penentuan
masalah. Untuk dapat memahami pemeriksaan fisik yang baik dan benar dibutuhkan
pemahaman terhadap konsep anatomi, fisiologi tubuh manusia dan pathofisiologi
serta didukung oleh ketrampilan melalui latihan-latihan sehingga menjadi terbiasa. Dalam pemeriksaan fisik juga
diperlukan integrasi aspek kognitif,
afektif, dan psikomotor dari pemeriksa sampai pada menginterprestasikan dan mengintegrasikan data temuan satu dengan
data temuan yang lainnya.
![]() |
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik merupakan salah
satu cara untuk mengetahui gejala atau masalah kesehatan yang dialami oleh
pasien (Azis dan Musrifatul, 2008). Pemeriksaan fisik bertujuan untuk
mengumpulkan data tentang kesehatan pasien, menambah informasi, menyangkal data
yang diperoleh dari riwayat pasien, mengidentifikasi masalah pasien, menilai
perubahan status pasien, mengidentifikasi masalah pasien, menilai perubahan
status pasien, dan mengevaluasi pelaksanaan tindakan yang telah diberikan.
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, terdapat teknik dasar yang perlu dipahami,
diantaranya:
1. Inspeksi
Inspeksi merupakan proses pengamatan atau
observasi untuk mendeteksi masalah kesehatan pasien. Cara efektif melakukan
inspeksi yaitu:
·
Atur posisi pasien sehingga bagian tubuhnya
dapat diamati secara detail.
·
Berikan pencahayaan yang cukup
·
Lakukan inspeksi pada area tubuh tertentu untuk ukuran, bentuk, warna, kesimetrisan, posisi, dan abnormalitas.
·
Bandingkan suatu area sisi tubuh dengan bagian
tubuh lainnya.
·
Jangan melakukan inspeksi secara terburu-buru.
2. Palpasi
Palpasi merupakan pemeriksaan dengan indera
peraba, yaitu tangan, untuk menentukan ketahanan, kekenyalan, kekerasan,
tekstur, dan mobilitas. Palpasi membutuhkan kelembutan dan sensitivitas. Untuk itu, hendaknya menggunakan permukaan palmar
jari, yang dapat digunakan untuk mengkaji posisi, tekstur, konsistensi, bentuk
massa, dan pulsasi. Pada telapak tangan dan permukaan ulnar tangan lebih
sensitif pada getaran.
Sedangkan untuk mengkaji temperature hendaknya menggunakan bagian belakang
tangan dan jari.
3. Perkusi
Perkusi merupakan pemeriksaan dengan
melakukan pengetukan yang menggunakan ujung-ujung jari pada bagian tubuh untuk
mengetahui ukuran, batasan, konsistensi organ-organ tubuh, dan menentukan
adanya cairan dalam rongga tubuh. Ada dua cara dalam perkusi yaitu cara
langsung dan cara tidak langsung. Cara langsung dilakukan dengan mengetuk
secara langsung menggunakan satu atau dua jari. Sedangkan cara tidak langsung
dilakukan dengan menempatkan jari tengah di atas permukaan tubuh dan jari
tangan lain, telapak tidak pada permukaan kulit. Setelah mengetuk, jari tangan
ditarik ke belakang.
4. Auskultasi
Auskultasi merupakan pemeriksaan
dengan mendengarkan bunyi yang dihasilkan oleh tubuh melalui stetoskop. Dalam
melakukan auskultasi, beberapa hal yang perlu didengarkan diantaranya:
a.
Frekuensi atau siklus gelombang bunyi.
b.
Kekerasan atau amplitude bunyi.
c.
Kualitas dan lamanya bunyi.
Dalam melakukan pemeriksaan fisik yang perlu dipahami
diantaranya:
A. Penyusunan Data Subjektif
Data subjektif didapat
dari klien atau keluarganya maupun orang yang menghantar (tetangga, polisi, dan
lain-lain). Data ini disebut juga anamnesa atau riwayat sakit/ kesehatan.
Penyusunan
pertanyaan sebaiknya disusun secara
padat, singkat dan relevan dengan patofisiologi penyakitnya. Buatlah kolom
judul keluhan, sejak kapan terjadi dan uraian tentang judul keluhan dari
awal kejadian sampai saat hari
pengkajian termasuk perubahan-perubahan yang terjadi selama waktu itu yang bisa
merupakan perubahan perbaikan maupun memburuknya keadaan. Kemudian tanyakan dan
catatlah: Apa respon klien terhadap setiap perubahan tersebut dan apa “hasil”
sesudah respon tersebut dilakukan klien.
B. Pemeriksaan Keadaan Umum
Penilaian keadaan umum meliputi:
1.
Keadaan sakit pasien
Menilai keadaan sakit pasien dari hasil inspeksi umum terhadap penderita
dapat dilaporkan sebagai berikut:
·
Pasien tampak sakit berat
·
Pasien tampak sakit sedang
·
Pasien tampak sakit ringan
·
Pasien tampak tidak sakit
Penilaian ini dilengkapi dengan
data objektif dari hasil pengamatan (inspeksi) umum seperti:
·
Pasien menggunakan oksigen
·
Pasien menggunakan NGT
·
Pasien menggunakan respirator
·
Pasien terpasang cairan infus
·
Pasien sangat sesak
·
Pasien harus pada posisi orthopnea
·
Pasien bisa makan sendiri
·
Pasien bisa jalan-jalan
·
Pasien tampak gembira dan sebagainya.
Data apapun yang didapat, akan
menjadi bahan pertimbangan untuk memberi penilaian apakah ia sakit berat,
sedang, ringan atau tampak tidak sakit. Kepentingan penilaian ini dikaitkan
dengan urutan prioritas sikap apalagi bila menangani cukup banyak pasien pada
situasi tertentu seperti pada ruang
gawat darurat, kerusuhan-kerusuhan, ataupun di bangsal dengan banyak pasien.
Pasien gawat kita atasi kegawatannya dengan tindakan menurut azas kedaruratan
sebelum menyelesaikan pemeriksaan secara lengkap.
2.
Menilai tanda-tanda vital
a.
Tingkat kesadaran
Kesadaran adalah derajat hubungan antara Hemispherium Cerebri dengan Reticular Activating System (di bagian atas batang
otak).
Kesadaran mempunyai dua komponen:
·
Fungsi mental keseluruhan. Komponen ini
berhubungan dengan Hemispherium Cerebri.
·
Derajat “awas-waspada”. Komponen ini berhubungan
dengan Reticular Activating System (=Ascending Reticular System).
Penilaian kualitatif tingkat kesadaran, secara klinis dan umum digunakan
adalah:
·
Compos mentis : sadar penuh
·
Apatis : perhatian berkurang
·
Somnolens
: mudah tertidur walaupun
sedang diajak bicara
·
Soporus :
dengan rangsangan kuat masih memberikan
respon
gerakan
·
Soporo-comatous : hanya tinggal reflek cornea (sentuhan
ujung
kapas
pada cornea, akan menutup kelopak mata).
·
Coma :
tidak memberi respon sama sekali.
Ada tiga hal yang dinilai dalam
penilaian kuantitatif kesadaran yang menggunakan Skala Coma Glasgow, yakni:
·
Respon motorik
·
Respon bicara
·
Pembukaan mata
Ketiga hal di atas masing-masing
diberi angka. Keadaan coma, tidak ada respon sama sekali dan tidak membuka
mata.
Bila dijumlahkan, menjadi:
Score yang kurang atau sama
dengan 7 disebut coma.
Score yang lebih atau sama dengan
9 disebut tidak coma.
b.
Pemeriksaan/ pengukuran dan pencatatan
1.
Mengukur tekanan darah
Secara baku
(bunyi Korothkoff dan metoda A.H.A) : lebar manset 2/3 lebar lengan, posisi
pasien duduk/berbaring, pada lengan kanan atau kedua lengan, memompa secepat
mungkin sampai 20-30 mm di atas hilangnya nadi A. Radialis.
Menempatkan stetoskop dengan benar, menurunkan
permukaan air raksa dengan kecepatan 3 mm/ detik, mendengar bunyi Korothkoff
dengan seksama sambil menempatkan ketinggian kedua mata mengikuti turunnya
permukaan air raksa.
Bunyi-bunyi Korothkoff
Akan terdengar bersamaan dengan nadi/ fase pemompaan ventrikel.
K I : adalah bunyi pertama
yang terdengar, sifatnya lemah,
nadanya agak tinggi
terdengar (tek…, tek…)
KII : adalah bunyi seperti K
Iyang disertai bising (teksst,
teksst…) atau (tekrrd,
tekrrd…)
KIII : adalah bunyi berubah menjadi keras, nada rendah,
tanpa
bising (De:g, De:g…).
KIV : saat pertama kali bunyi jelas melemah (De:g, De:g…
deg, deg… )
KV : saat bunyi hilang
Nilai sistolik diambil dari
Korothkoff I.
Nilai diastolik diambil dari
Korothkoff V.
Kecuali :
·
Pada anak kecil
(Balita).
·
Pada keadaan terus terdengarnya bunyi walaupun
permukaan air raksa sudah nol (hal ini cukup sering kita temui).
Catatan: pada dua keadaan di atas digunakan K IV untuk pencatatan nilai
diastolik.
Setelah mendapatkan nilai sistolik
dan diatolik maka segera hitung M.A.P (Mean Arterial Pressure) yaitu tekanan arteri rata-rata:
|
Makna dari M.A.P adalah penilaian Perfusi Ginjal. Ginjal perlu minimal
M.A.P 70 mmHg untuk mencapai fungsi ginjal yang memadai.
Kurang dari ini fungsi ekskresi berbagai zat akan menurun sampai anuria
dan potensial akan memperburuk keadaan
pasien.
Kriteria hipertensi menurut JNCVI, 1997 untuk usia 18 tahun ke atas:
Seorang dikatakan mempunyai Tekanan Darah Tinggi bila diukur dalam
keadaan istirahat cukup dan kondisi
tenang, sedikitnya dalam dua kali kunjungan didapatkan nilai rata-rata
dalam kriterianya sebagai berikut:
Kategori
|
Sistolik
mmHg
|
Diastolik
mmHg
|
Optimal
Normal
Normal tinggi
|
< 120 dan
<130 dan
130-139 atau
|
<80
<85
85-89
|
|
Hipertensi
|
|
Tingkat I
Tingkat II
Tingkat III
|
140-159 atau
160-179 atau
>= 180 atau
|
90-99
100-109
>= 110
|
2.
Menghitung nadi. Nadi dihitung selama satu menit
penuh. Tempat-tempat palpasi denyut nadi:
Ø
A. Radialis
Ø
A. Brachialis
Ø
A. Femoralis
Ø
A. Poplitea
Ø
A. Dorsalis pedis
Ø
A. Carotis
Ø
A. Temporalis
Tiga komponen yang harus
dilaporkan pada pemeriksaan nadi adalah:
Ø
Frekuensi
Ø
Teratur-tidaknya
Ø
Isinya
Frekuensi nadi palpasi perlu
dibandingkan dengan frekuensi jantung pada saat
bersamaan. Perbedaan nilai nadi dengan frekuensi jantung disebut pulsus
deficit, ini menunjukkan adanya fibrilasi-atrium. Isi nadi melemah/ berkurang
saat inspirasi lalu penuh/ kuat saat ekspirasi ini menunjukkan adanya gangguan
pada kantung pericardium, seperti:
·
Pericardial effusion
·
Pericarditis constrictiva
·
Hemopericardium
Isi nadi seperti itu disebut
Palsus paradoxus.
3.
Mengukur suhu tubuh (oral, axillar, rectal) lamanya pengukuran sesuai dengan yang
tertera pada thermometer, jangan lupa mengeringkan axilla sebelumnya..
4.
Menghitung pernapasan. Frekuensi nappas dihitung
1 menit penuhdan diamati jenisnya. Bila didapat hal yang mencolok seperti dyspnea, orthopnea, dyspnea deffort)
sebaiknya dituliskan di sini. Bila tidak ada, maka uraian lengkap dituliskan
pada kolom pemeriksaan thorax.
5.
Catatan tentang hal umum yang mencolok. Bila ada
sesuatu hal penting/mencolok yang ada hubungannya dengan kelangsungan hidup/
vital pasien, baik dilaporkan di kolom ini, misalnya:
·
Perdarahan banyak dan masih berlangsung.
·
Robekan dinding perut dan viscus keluar.
·
Fraktura iga menembus kulit.
·
Pasien sianosis (respiratory failure)
·
Tercium bau-bauan tertentu seperti:
o
Bau darah (walau tidak tampak)
o
Bau aseton (DM), amoniak (renal failure), mousyodor (bau kandang tikus putih-liver failure)
o
Bau faeces
(obstruksi usus)
C. Pemeriksaan Sistematik
1) Keadaan rambut dan hygiene kepala
Rambut hitam, coklat, pirang, warna perak, berbau atau warna-warni
bendera yang khas untuk defisiensi vitamin A. Mudah rontok, kulit kepala kotor,
berbau secara umum menunjukkan tingkat hygiene seseorang. Pada kulit kepala
bisa ditemui lesi seperti Vesicula,
Pustula, Crusta karena varicella,
dermatitis.
2) Hidrasi kulit daerah dahi
Dapat diketahui dengan palpasi, penekanan ibu jari pada kulit dahi,
karena mempunyai dasar tulang. Pada dehidrasi bisa ditemukan “finger print” pada kulit dahi.
3) Palpebrae
Edema palpebrae mudah tampak,
cairan edema mudah terkumpul di palpebrae karena jaringan palpebrae sangat longgar, dan lebih tampak bila pasien bangun tidur
atau pasien berbaring lama. Sesuai dengan hukum gravitasi, bila edema tidak
menyeluruh, bisa terjadi edema palpebrae
hilang/berkurang setelah pasien beraktivitas dengan posisi tegak karena
kemudian cairan lebih banyak terkumpuldi
ekstremitas bawah.
Tempat
pemeriksaan edema selain di kelopak mata adalah daerah sacrum dan pretibia
dorsum pedis. Peradangan (Blepharitis,
hordeolum/ bintitan) bisa juga ditemui. Kelopak mata yang selalu tertutup/
tidak mampu membuka disebut ptosis dan kelopak mata yang tidak bisa menutup
rapat disebut lagophtalmus.
4) Sclera
dan konjungtiva
Ikterus tampak lebih
jelas di sclera dibanding pada kulit. Teknik memeriksa sclera dengan 2 jari menarik palpebrae, pasien melihat ke bawah.
Radang pada conjungtiva bisa
terjadi, baik pada conjunctiva bulbi
maupun conjungtiva palpebrae. Keadaan
anaemik bisa diperiksa pada warna yang pucat pada konjungtiva palpebrae inferior. Perdarahan sub-conjunctival bisa juga terjadi baik
pada conjungtiva bulbi maupun palpebrae. Rembesan darah di conjungtiva palpebrae akan menimbulkan
warna kebiruan di seluruh kelopak mata, disebut Black eye atau Brill hematom bila mengenai kedua mata.
5) Tekanan bola mata/ Tekanan Intra Okular
Pemeriksa menggunakan dua jari telunjuk memeriksa membandingkan antara
TIO bola mata kiri dan kanan dengan cara menekan bergantian pada bola mata atas
dengan kelopak mata tertutup, merasakan tekanan intra okular, yang normal kiri
sama dengan kanan. Kewaspadaan terhadap pasien glaucoma umumnya terhadap pasien
berumur lebih dari 40 tahun.
6) Pupil dan Refleks Cahaya
Pupil normal berbentuk bulat, sama besar (isokor) diameternya
kira-kira 3mm. bila disinari diameternya
akan mengecil kiri dan kanan yang disebut refleks cahaya langsung dan tak
langsung.
7) Visus/ Ketajaman penglihatan
Visus/ ketajaman penglihatan diperiksa pada mata, kiri dan kanan satu per
satu. Digunakan optotype Snellen yang
dipasang pada jarak 6 meter dari penderita. Teknik pemeriksaan: pasien diminta
menyebut huruf atau angka yang ditunjuk oleh pemeriksa. Kemampuan menyebut
sampai deretan huruf yang mana, tercantum di tepi Ooptotype Snellen:
·
Visus mata Emetrop diberi angka 6/6.
·
Visus 6/60 hanya bisa menghitung jari-jari dari
jarak 6 meter.
·
Visus 6/300 hanya bisa melihat gerak jari-jari
dari jarak 6 meter.
·
Visus 6/tak terhingga hanya bisa melihat
terang-gelap.
·
Mata buta/anopsia tidak bisa melihat terang sama
sekali.
8) Rongga hidung dari depan/ Rhinoscopia Anterior
Diperiksa septum hidung, di tengah atau tidak, ada benda asing, sekret
hidung, jernih, purulen, perdarahan, peradangan mucosa, polip. Digunakan
spekulum hidung atau pasien diminta membesarkan rongga hidungnya. Agak ke dalam
diperiksa juga Concha nasalis media
dan inferior (tampak dari luar).
9) Daun telinga, lubang telinga dan membran
tympani
Canalis bersih, bercerumen atau bernanah. Sesudah bersih atau
dibersihkan, barulah membrane tympani dapa diperiksa. Membran tympani yang utuh
dengan posisi baik akan memantulkan refleks cahaya politzer pada penyinaran
lampu senter. Lubang perforasi kecil bisa tampak, atau tidak tampak membran
tympani sama sekali karena sudah jebol total. Membran tympani utuh dengan
refleks negatif (tidak ada) menunjukkan keadaan kedudukan berubah: cembung (ada
nanah di telinga tengah) atau cekung karena retraksi (tekanan telinga tengah
lebih rendah dari atmosfir).
10) Fungsi pendengaran: Test Rinne, Webber dan Schwabach
Hasil Test Rinne : positif/negatif.
Hasil Test Weber : lateralisasi ke kiri/kanan atau tidak ada
lateralisasi.
Hasil Schwabach : memendek atau sama dengan pemeriksa.
Garpupenala yang digunakan:
Test Rinne freq. : 256
Hz
Test Weber freq. : 512
Hz
Test
Schwabach freq. : 512 Hz
11) Higiene rongga mulut, gigi-geligi, lidah,
tonsil dan pharynx
Rongga mulut : diperiksa bau mulut, radang mucosa (stomatitis), dan adanya Aphtae
(sariawan). Stomatitis harus dibedakan dengan Aphtae. Labio/palate/genato schizis juga dilaporkan dalam kolom ini.
Gigi-geligi : diperiksa adanya makanan, karang gigi, carries, sisa akar,
gigi yang tanggal, perdarahan, abses, benda asing (gigi palsu), keadaan gusi,
meradang/gingivitis dan ada tidaknya radang jaringan penyangga gigi (periodontitis).
Lidah : kotor/coated akan
ditemui pada keadaan: Hygiene mulut yang kurang, Demam typoid, Tidak suka
makan, Pasien coma, perhatikan pula tepi lidah yang hiperemik yang dapat
ditemui pada pasien Typhoid fever.
Tonsil : tonsilla pallatina
berada di antara kedua pilar Plica
tonsilaris. Ukuran besarnya tonsil dinyatakan dengan:
T0 – bila sudah dioperasi
T1 – ukuran normal yang ada
T2 – pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah
T3 – pembesaran mencapai garis tengah
T4 – pembesaran melewati garis tengah
Tonsil diperiksa apakah meradang atau tidak. Kadang-kadang didapati nanah
melekat (GO) atau membran putih perak melekat pada infeksi Difteria. Infeksi/
caries pada gigi seringkali menjadi fokus infeksi terhadap tonsil sehingga
peradangan menjadi kronik.
Pharynx : dinding belakang
oro-pharinx diperiksa apakah ada peradangan, pembesaran adenoid dan lendir/
secret yang ada.
12) Kelenjar getah bening leher, sub mandibulla, dan sekitar telinga
Kelenjar
getah bening dapat terjadi karena infeksi di fokus lain, seperti: dari pharynx,
tonsil, gigi, larynx, dan telinga. Infeksi toxoplasmosis memberi gejala
pembesaran kelenjar getah bening leher juga.
13) Kelenjar tiroid
Kelenjar tiroid diperiksa mula-mula dengan inspeksi atas, bentuk, dan
besarnya bila ada pembesarannya telah nyata. Dengan cara palpasi satu tangan
dari samping atau dua tangan dari arah belakang, jari-jari meraba permukaan
kelenjar dan pasien diminta menelan. Dalam keadaan normal, kelenjar tiroid
tidak dapat dirasakan perbedaannya dengan jaringan sekitarnya.
Apabila dirasakan ada sesuatu yang dapat diraba, saat menelan kelenjar
tiroid akan ikut naik turun. Hal ini memastikan bahwa yang diraba tadi adalah
benar kelenjar tiroid. Palpasi tiroid dilaporkan mengenai bentuknya, simetris
atau tidak, diraba keras atau kistik, ataukah noduler (berbenjol).
Auskultasi tiroid: bila ditemukan adanya Bruit tiroid mungkin ini suatu keganasan karena aliran darah dan
pembuluh darah bertambah banyak (neovaskularisasi).
14) Tekanan vena jugularis
Tekanan vena jugularis merupakan gambaran/cermin secara tidak langsung
atas fungsi pemompaan ventrikel. Karena setiap kegagalan pemompaan ventrikel
menyebabkan terkumpulnya darah lebih banyak pada sistem vena. Analog dengan
keadaan ini adalah “over load” cairan
infuse yang diberikan juga meningkatkan tekanan vena jugularis. Jadi, dengan
inspeksi dapat tampak apakah vena jugularis mengembang dengan nyata atau tidak.
Pengukuran tekanan vena jugularis:
Pasien dibaringkan dengan bantal pada kepala. Bendunglah daerah supra clavicula agar vena jugularis
tampak jelas. Kemudian tekan ujung proximal vena jugularis (di dekat Angulus
mandibulae) sambil melepas bendungan supra
clavicula. Amati tingginya kolom darah yang ada.
Ukurlah jarak vertikal permukaan
atas kolom yang ditemukan terhadap bidang horizontal yang melalui Angulus Ludovici. Katakanlah jaraknya a
cm di bawah/ di atas bidan horizontal tadi.
Maka nilai tekanan vena jugularisnya:
JVP = 5 – a cm air (bila di bawah bidang horizontal)
=
5 + a cm air (bila di atas bidang horizontal)
Bila permukaan kolom darah tepat pada bidang horizontal tersebut, maka:
JVP = 5 + 0 cm air.
Angka 5 berasal dari jarak Atrium Kanan ke titik Angulus Ludovici kira-kira 5
cm.
15) Ada tidaknya kaku kuduk/tengkuk
Setiap rangsang
meningeal, baik karena peradangan maupun perdarahan Sub-Arachnoid menimbulkan
kekakuan otot-otot leher/spasme otot. Spasme otot ini disebut kaku
kuduk/tengkuk yang merupakan ciri atas adanya iritasi/rangsangan meningeal.
16) Thorax
dan fungsi pernapasan
Untuk memeriksa daerah thorax, diperlukan ingatan kembali tentang
garis-garis imaginer.
·
Linea
mid-sternalis
·
Linea
sternalis
·
Linea
mid-clavicularis
·
Linea
axillaris anterior, media, posterior
·
Linea
scapularis
·
Linea
vertebralis
·
Angulus
Ludovisi, Angulus Costae, dan Arcus Costae
Secara berurutan pemeriksaan
thorax harus meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Inspeksi :
a.
Amati bentuk, apakah biasa/normal atau ada
kelainan bentuk seperti:
·
Kiposis,
lordosis, scoliosis, gibbus (kiposis yang ekstrim).
·
Bentuk dada burung (Pigeon chest) = sternum menonjol.
·
Bentuk dada tukang sepatu/cekung (Funnel chest).
·
Barrel
chest (besar-menggembung muka belakang).
b.
Amati pernapasan pasien seperti:
·
Terdengar stridor inspirasi/ekspirasi
·
Menghitung frekuensi pernapasan, yang normalnya
16-24 x per menit. Dan juga ada perbandingan frekuensi napas dengan frekuensi
jantung kira-kira 1:4. Napas yang lebih dari 24 kali per menit disebut tachypnea
dan bila kurang dari 16 x per menit disebut bradipnea.
·
Catat pula pola/irama pernapasannya. Teratur,
periodik Cheynnes stokes, periodik Biot,
Kussmaul (cepat-dalam), Hiperventilasi (hanya dalam), atau irama satu-satu
pada psien sebelum meninggal.
·
Amati ada tidaknya dyspnea (setiap ketidaknyamanan bernapas dalam bentuk apapun):
o
Tanda-tanda retraksi intercostals,
o
Tanda-tanda retraksi supra sternal,
o
Pernapasan cuping hidung,
o
D’effort
inspirasi, seperti pada difteria,
o
D’effort
ekspirasi, seperti pada asma bronkiale dan
o
Orthopnoe,
lebih nyaman bernapas pada posisi duduk.
c.
Ada dua hal lain yang dihubungkan dengan fungsi pernapasan:
·
Pengamatan sianosis di sekitar bibir, mulut, dan
dasar kuku.
·
Clubbing
of the finger (seperti ujung pemukul gendering).
d.
Amati suara batuk yang terdengar (produktif,
kering, whooping, pendek-pendek/
dehem-dehem).
Palpasi:
Palpasi pada dinding thorax
menggunakan seluruh telapak tangan dan jari, kiri dan kanan dengan maksud
meraba dan merasakan getaran dinding dada sewaktu pasien mengucapkan kata
“tujuh puluh tujuh…” berulang-ulang.
Getaran yang dirasakan disebut Vocal fremitus, perabaan dilakukan di
seluruh permukaan dada (kiri, kanan, depan, belakang). Umumnya, pemeriksaan ini
bersifat membandingkan bagian mana yang lebih bergetar atau kurang bergetar.
Pemadatan jaringan paru (pneumonia, keganasan) akan terasa lebih bergetar. Pleural effusion dan Pneumo thorax akan
terasa kurang bergetar.
Perkusi:
Perkusi dinding thorax, dengan
cara mengetuk dengan jari tengah-tangan kanan pada jari tengah-tangan kiri yang
ditempelkan dengan erat di dinding dada di celah
intercostals (kecuali pemeriksa kidal tentu sebaliknya).
Penilaian suara yang ditimbulkan
oleh perkusi:
·
Sonor adalah suara perkusi jaringan paru normal.
·
Redup adalah suara perkusi jaringan yang lebih
padat/konsolidasi paru-paru seperti, pneumonia.
·
Pekak adalah suara perkusi jaringan yang padat
seperti pada:
o
Adanya cairan di rongga pleura
o
Perkusi daerah jantung, dan
o
Perkusi daerah hepar.
·
Hypersonor/tympany
adalah suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong seperti: daerah
Caverne-caverne paru, penderita asma kronik terutama dengan bentuk dada Barrel chest akan terdengar seperti
ketukan benda-benda kosong, bergema. Perkusi dilakukan dengan cara
membandingkan kiri-kanan pada setiap daerah permukaan thorax.
(1)
Dengan perkusi juga dapat diperiksa rentang
turunnya diafragma, sejak akhir ekspirasi sampai inspirasi maksimal yang
normalnya berkisar 3-5 cm. Rentang turunnyadiafragma diperiksa di:
·
Thorax bagian belakang
·
Atas di batas paru-hepar/ ICS-4 kanan.
Bila paru-paru collaps, maka diafragma sisi yang
bersangkutan tidak turun pada inspirasi maksimal.
(2)
Dengan perkusi thorax-depan, sekaligus menilai
batas-batas jantung (perkusi di atas jantung terdengar pekak). Pada keadaan
normal:
·
Batas atas jantung ICS 2-3
·
Batas kanan jantung linea sternalis kanan
·
Batas kiri jantung linea medio-clavicularis kiri
(pada pasien dengan dada lebar batas kiri jantung: 1 jari medial dari linea
mid-clavicula kiri).
Auskultasi:
Auskultasi paru adalah
mendengarkan suara pada dinding thorax dengan menggunakan stetoskop, caranya:
pasien diminta bernapas cukup dalam dengan
mulut terbuka dan letakkan stetoskop secara sistematik dari atas ke
bawah dengan membandingkan kiri-kanan.
Ada tiga suara yang didengar pada
pemeriksaan auskultasi:
1.
Suara napas
·
Vesicular,
suara napas vesicular terdengar di semua lapangan paru yang normal. Bersifat
halus, nada rendah, inspirasi lebih panjang dari ekspirasi.
·
Broncho-vesicular,
suara napas Broncho-vesicular
terdengar di daerah percabangan bronchus dan trache. Jadi, sekitar sternum dan
region interscapular, nadanya sedang lebih kasar dibandingkan vesicular,
inspirasi sama panjang dengan ekspirasi.
·
Bronchial,
suara napas bronchial terdengar di daerah trakea (leher) dan supra sterna
notch. Bersifat kasar, nada tinggi, inspirasi lebih pendek dibandingkan dengan
ekspirasi.
Bila didapat suara
broncho-vesikular atau bronchial di lapangan paru (yang semestinya vesicular),
tentu merupakan suatu kelainan.
Bila tidak terdengar suara sama
sekali, hal ini bisa karena paru-parunya collaps/atelektasis
atau pleural effusion yang banyak jumlahnya. Jumlah cairan pleura yang tidak
banyak bisa menimbulkan suara Vesicular yang melemah.
Bila terdengar suara seperti
tiupan pada mulut botol, disebut suara Amforik merupakan suara resonansi dari
rongga-rongga Caverne yang ada dalam paru-paru.
2.
Suara ucapan (tujuh puluh tujuh…) = vocal resonans
Penderita diminta mengucapkan “tujuh puluh tujuh” berulang-ulang setiap
sesudah inspirasi secara berbisik dengan intonasi yang sama kuat. Pemeriksa
mendengarkan dengan stetoskop secara sistematik di semua lapangan paru serta
membandingkannya kiri dan kanan.
Suara normal : perlu mengenal/membiasakan mendengar pada orang sehat.
Intensitas dan kualitas di kiri sama dengan di kanan.
Bronchophoni : suara terdengar
jelas ucapannya dan lebih keras dibandingkan daerah sisi yang lain. Umumnya,
ini akibat dari adanya proses pemadatan/konsolidasi paru.
Pectoriloquy : suara terdengar
“jauh” dan tidak jelas (=nggrenyem). Bisa terdapat pada effusion atau
atelektasis.
Egophony : suara bergema
seperti seorang yang hidungnya tersumbat (=bindeng) dan terasa dekat. Suara
semacam ini bisa didapat pada pemadatan paru yang disertai
caverne/berongga-rongga besar. Tidak jarang ditemui pada sebuah paru sekaligus
ada daerah effusion, ada daerah konsolidasi, mempunyai caverne, ada daerah yang
masih normal maka vocal resonansnya bercampur sesuai distribusi kelainan
parunya.
3.
Suara tambahan
Pada pernapasan normal tidak didapati suara tambahan. Suara tambahan
menunjukkan ada kelainan.
Macam-macam suara tambahan:
·
Rales,
bunyi yang dihasilkan oleh eksudat lengket saat saluran-saluran halus
pernapasan mengembang pada inspirasi:
o
Rales halus, terdengar “meritik” halus pada
akhir inspirasi jadi pendek saja.
o
Rales sedang, terdengar lebih kasar dan di
tengah fase akhir inspirasi.
o
Rales kasar, terdengar lebih lama, yaitu pada
seluruh fase inspirasi.
·
Ronchi,
ciri khas ronchi adalah nada rendah dan sangat kasar terdengar baik pada saat
inspirasi maupun ekspirasi. Ciri lain ronchi adalah akan hilang bila pasien
disuruh batuk. Ronchi terjadi akibat terkumpulnya cairan mucus dalam trakea
atau bronkus-bronkus besar (misalnya
pada edema paru).
·
Wheezing
adalah bunyi musikal terdengar “ngiii…ik” atau pendek “ngiik”. Yang bisa
didapat pada fase inspirasi maupun ekspirasi, bahkan biasanya lebih jelas pada
ekspirasi. Wheezing terjadi karena
ada eksudat lengket tertiup aliran udara dan bergetar nyaring. Biasanya,
didapat pada bronchis acuta. Bila
hanya terdengar pada fase ekspirasi, ini akibat udara melewati celah sempit bronchial. Pada keadaan ini,
terdengarnya wheezing disertai
ekspirasi yang memanjang.
·
Pleural
Friction-Rub, suatu bunyi yang terdengar “kering” persis seperti suara
gosokan Amplas pada kayu. Rales dan ronchi terdengar “basah” karena seperti
gemercik cairan, Pleural friction-rub terjadi karena peradangan pleura,
terdengar sepanjang fase pernapasan (inspirasi sepenuhnya). Paling jelas suara
ini terdengar di daerah posteri-lateral bawah dinding thorax.
17)
Jantung
Pemeriksaan jantung meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Inspeksi
Pengamatan pertama mencari ictus cordis, yaitu denyutan dinding thorax karena pukulan
ventrikel kiri pada dinding thorax. Bila normal, akan berada di ICS-5 pada
medio clavicularis kiri selebar 1 cm saja. Inspeksi ictus cordis sulit didapat
pada pasien-pasien yang gemuk, berotot besar atau kelenjar mammae yang besar.
Dengan mengetahui letak ictus, secara tidak langsung bisa diperoleh gambaran
tentang ada tidaknya pembesaran jantung (pembesaran jantung ictus cordis bisa
sampai berada di linea axillaris anterior). Ictus cordis yang sangat nyata/
kuat sesuai juga dengan meningkatnya kerja ventrikel kiri seperti pada seorang
yang sangat berdebar ketakutan atau hipertensi sistolik.
Bulging precordial (daerah
precordial yang lebih menonjol dari dinding thorax yang lain) menunjukkan
kemungkinan pembesaran ventrikel kanan atau aneurysma pangkal aorta.
Palpasi
·
Pada Ictus
cordis, meraba Ictus cordis dengan telapak jari II-III-IV (seringkali juga
ictus tidak nampak namun bisa teraba). Dirasakan kekuatan pukul dan ditentukan
lebarnya ictus cordis yang normal tidak lebih dari 1 cm persegi.
Kalau teraba lebih lebar dan pukulannya kuat serta letaknya bergeser ke
kiri hal ini sesuai dengan hipertrofi ventrikel kiri (misalnya karena hipertensi
yang lama). Sedangkan hipertrofi ventrikel kanan akan menimbulkan gerakan naik
turun di daerah linea sternalis kiri. Keadaan ini disebut Right Ventricular Lift/Heaving.
·
Memeriksa
ada tidaknya Thrill, yaitu
getaran ictus cordis, tidak lain ini adalah murmur (pada auskultasi) derajat
5-6 yang keras/kasarnya dapat kita raba.
Perkusi
Pada
pemeriksaan perkusi ditentukan batas-batas jantung, karena daerah jantung
terdengar pekak. Dengan demikian, dapat ditentukan ukuran jantung apakah lebih
besar daripada batas-batas normal ataukah tidak membesar. Pembesaran jantung
yang dapat diperiksa dengan perkusi adalah pembesaran ventrikel kiri, yaitu
akan membesar ke kiri agak ke bawah.
Pembesaran
ventrikel kanan kurang dapat ditentukan dengan perkusi karena pembesarannya
lebih ke arah antero posterior. Perkusi pada pasien gemuk atau sangat berotot
akan menyulitkan penentuan batas-batas janntung dengan baik.
Auskultasi
Auskultasi
jantung yaitu mendengar bunyi jantung dengan alat stetoskop. Untuk itu,
diperlukan suasana yang tenang agar bunyi jantung terdengar baik. Kesalahan
terbanyak pada auskultasi adalah ingin mendengar sekaligus/seketika semua
bunyi-bunyi jantung yang semestinya satu demi satu sesuai dengan tempatnya,
bunyi jantung mana yang kita perhatikan. Mula-mula gunakanlah sisi membrane
dengan tekanan kuat untuk mendengar nada-nada yang lebih tinggi, kemudian sisi
bell dengan tekanan ringan untuk mendengar nada-nada yang lebih rendah.
a.
Bunyi jantung (BJ)
BJ I adalah bunyi menutupnya katup Mitral dan Tricuspidalis.
BJ II adalah bunyi menutupnya katup Aorta dan Pulmonalis.
Ada lima tempat mendengar BJ untuk empat buah katup:
Katup aorta/A di ICS-2 Linea Sternalis Kanan di sini terutama disimak BJ
II-A.
Katup Pulmonalis/P di ICS-2 Linea
Sternalis Kiri dan ICS-3 Linea Sternalis Kiri, di sini terutama disimak BJ
II-P.
Katup trikuspida/T di ICS-4 Linea Sternalis Kiri, di sini terutama
disimak BJ I-T.
Katup Mitral/Mdi ICS-5 Linea Medio-Clavicularis Kiri (atau di apeks
(ictus) cordis), di sini terutama disimak BJ I-M.
Pada keadaan normal BJ II (A dan P) dan BJ I (T dan M) adalah bunyi
tunggal karena menutupnya katup A bersamaan dengan P, dan T bersamaan dengan M.
BJ III didengar di daerah M. BJ III terdengar sesudah BJ II dengan jarak
cukup jauh. Namun, tidak melewati separuh fase diastolic, nadanya rendah
(sehingga lebih jelas dengan sisi bell).
Irama pacu kuda/ Gallop rhythm.
BJ III timbul akibat getaran derasnya pengisian diastolic dari atrium
kiri ke ventrikel kiri yang sudah membesar, darah “jatuh” ke ruang lebar
kemudian timbul getaran.
b.
Fase sistolik dan fase diastolik
Fase sistolik : yaitu fase
antara BJ I dan BJ II.
Fase diastolik : yaitu fase
antara BJ II dan BJ I berikutnya.
Fase diastolik lebih lebar/lama daripada fase sistolik. Jika pada fase
ini diantaranya terdapat suara-suara tambahan baik suara tambahan pada fase
sistolik atau suara tambahan pada fase diatolik atau pada kedua-duanya. Suara
tambahan ini disebut bising jantung atau murmur (m).
c.
Bising jantung/ murmur (m)
Murmur adalah fibrasi/getaran yang terjadi di dalam jantung atau pembuluh
darah besar yang diakibatkan oleh bertambahnya arus Turbulensi darah. Arus darah yang normal
adalah stream line.
Hal inilah yang menimbulkan bising.
Bila didengar murmur harus dideskripsi:
1.
Tempatnya (M, T, P) dan penjarannya/tidak
menjalar.
2.
Terjadinya pada fase sistolik atau diastolik.
3.
Derajatnya.
4.
Tinggi rendahnya nada.
5.
Kualitasnya.
Beberapa interpretasi
BJ I
TM
|
Sangat keras
Lemah
Split
|
Pasien cemas
Hipertiroid
Hipertensi
Anemia
Mitral stenosis/MS
Decomp cordis
Pericardial effusion
Infark miokard
AV blok derajat I
BBB (Bundle Branch
Block)
|
A II
|
Keras
Lemah
|
Hipertensi sistemik
Aneurisma
Aorta insufisiensi
Co artatio Aortae
Aorta stenosis
|
P II
|
Keras
Lemah
|
Mitral stenosis
Decomp kiri
Hipertensi pulmonal
Truncus arteriosus
Pulmonary Stenosis
|
BJ II split pada inspirasi :
RBBB, ASD, PS, MI
BJ II split pada ekspirasi : LBBB, AS
BJ III pada anak kecil, remaja,
wanita hamil : bukan kelainan
BJ III dengan disertai keluhan
gejala Decomp cordis lain disebut irama Gallop. Hal ini bisa ditemukan pada
penyakit gagal jantung atau pemberian cairan infus yang overload.
18)
Abdomen
Pada pemeriksaan abdomen kita harus
kembali mengingat pembagian daerah abdomen menurut :
·
Regio - Epigastrica
-
Hipochondrica
kiri-kanan
-
Umbilicalis
-
Lumbalis kiri-kanan
-
Hipogastrica
-
Illiaca (=inguinal)
kiri-kanan
·
4 kuadran -
Kuadran kanan atas
-
Kuadran kiri atas
-
Kuadran kanan bawah
-
Kuadran kiri bawah
Khusus untuk
pemeriksaan abdomen, urutannnya adalah inspeksi, auskultasi, barulah palpasi
dan perkusi, karena palpasi/perkusi bisa meningkatkan frekuensi dan intensitas
peristaltik usus sebelum diperiksa.
Inspeksi
1. Pada
inspeksi perlu disimak apakah abdomen membusung/membuncit atau datar saja, tapi
perut (flank) menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak.
2. Amati
bayangan/gambaran bendungan pembuluh darah vena di kulit abdomen. Bila ada,
maka perhatikanlah arah alirannnya.
Kalau didapat
pelebaran vena yang berasal :
o Dari
bagian atas abdomen mengalir ke atas lagi ini berarti selesai dengan obstruksi
vena porta hepatica / tekanan V.porta meningkat.
o Dari
bagian bawah abdomen aliran menuju ke atas abdomen, hal ini sesuai dengan
obstruksi vena cava inferior.
Aliran normal
pembuluh darah di kulit abdomen berasal dari pertengahan abdomen; ada yang
menuju atas, ada yang menuju bawah dan tidak terlalu menonjol.
3. Inspeksi
juga mengamati apakah daerah abdomen tampak benjolan-benjolan/massa. Laporkan
bentuk dan letaknya.
Auskultasi
Segera
dilakukan sesudah inspeksi, stetoskop diletakkan pada daerah epigastrium dan 4
kuadran abdomen.
Mendengar suara
peristaltik usus
Normal berkisar
5-35 kali per menit
Bunyi
peristaltik yang keras dan panjang disebut borborygmi, ditemui pada
gastroenteritis atau obstruksi usus pada tahap awal (sampai bisa “metalic sound”). Peristaltik yang
berkurang ditemui pada ileus paralitik. Apabila setelah 5 menit tidak terdengar
bunyi peristaltik sama sekali barulah kita katakan peristaltik negatif/tidak
ada, (pada pasien post operasi).
Daerah epigastrium di auskultasi untuk mencari Bruit Aorta, Bruit Arteri Renalis dicari di regio lumbalis
kiri-kanan. Bruit Arteri Femoralis dicari di lipat paha kiri-kanan.
Palpasi
Sebelum anda
lakukan palpasi, bertanyalah apakah ada bagian perut pasien yang terasa nyeri
(spontan) tanpa palpasi, sebab bila pasien mengatakan ada, daerah tersebut
harus di palpasi terakhir.Palpasi abdomen dimulai dengan palpasi umum terhadap
keseluruhan dinding abdomen untuk mencari tanda nyeri umum (peritonitis,
pancreatic). Kemudian mencari dengan perabaan ada/tidaknya masa/benjolan
(Tumor, feces). Periksa juga turgor kulit perut untuk menilai hidrasi pasien.
Sesudah itu, periksakanlah dengan tekanan pada regio supra pubica (cystitis),
titik Mc Burney (Appendicitis) Regio epigastrica (gastritis) dan regio iliaca
(adnexitis, K.E.T). Barulah kita secara khusus melakuakan palpasi hepar dan
lien.
Palpasi
Hepar
Teknik palpasi
hepar dengan telapak tangan dan jari tangan dimulai dari kuadran kanan bawah
berangsur-angsur naik mengikuti irama nafas dan gelembung perut dan berupayalah
merasakan sentuhan tepi hepar pada tepi jari telunjuk. Pembesaran hepar menuju
arah inferior. Pada keadaan normal hepar berada dibelakang arcus costa sehingga
tidak teraba.
Apabila hepar dapat di raba, dibuat
deskripsi sebagai berikut :
1. Ukuran
hepar di tepi bawah arcus costae (dalam cm atau lebar jari)
2. Perabaan
keras, lunak atau biasa.
3. Tepi
hepar : tajam atau tumpul
4. Permukaan
rata atau berbenjol-benjol
5. Nyeri
tekan atau tidak
Hepar membesar pada keadaan-keadaan :
·
Bendungan karena Decomp cordis
·
Malnutrisi
·
Gangguan fungsi
hati/radang hati (Hepatitis, Thypoid fever, Malaria, dengue, Tumor hepar dan
sebagainya)
Hepar yang
didapat teraba 1 jari pada bayi dan anak-anak merupakan keadaan yang sering
ditemui. Hal ini bukan berarti suatu pembesaran hepar.
Palpasi
Lien
Teknik palpasi
lien dengan cara bimanual (= 2 tangan), jari-jari tangan kiri mengangkat dengan
cara mengait dinding perut kiri atas dari arah belakang, sedangkan jari-jari
tangan berupaya meraba lien dari arah depan abdomen kiri atas mencari/meraba
lien yang ditandai dengan adanya Incissura
lienalis. Pembesaran lien mengikuti arah garis yang melewati umbilicus
menuju kuadran kanan bawah abdomen.
Besarnya lien
diukur menurut ukuran Schuffner dari
arcus costae kiri sampai umbilicus mempunyai skala Schuffner -4S-1-2-3-4 dibagi menurut 4 bagian jarak dari arcus
costae sampai umbilicus. Lien yang membesar didapat pada Thypoid fever, Dengue
H. Fever, hipersplenisme, Leukemia dan sebagainya. Harus hati-hati melakuakan
palpasi pada lien yang sudah sangat membesar karena bisa mengakibatkan ruptura
lien, palpasilah dengan lembut/hati-hati.
Palpasi
Titik Mc Burney
Titik Mc Burney
berada pada batas sepertiga luar dan dua pertiga dalam dari garis imaginer yang
menghubungkan umbilicus dengan SIAS kanan.
Pada radang
akut appendix akan didapat nyeri tekan dan nyaeri lepas yaitu rasa nyeri timbul
saat daerah ini ditekan maupun dengan mendadak dilepaskan. Perhatikan ekspresi
wajah pasien saat menekan maupun saat mendadak dilepaskan.
Nyeri tekan kontra lateral dalah nyeri
pada titik Mc burney saat pemeriksa menekan daerah kuadran kiri bawah abdomen.
Hal ini terjadi karena dengan tekanan kuadran kiri abdomen, udara/massa di
dalam colon (Descendens, Transversum, Ascendens maupun coecum) teregang dan
timbul nyeri pula bila appendix
vermiformisnya meradang akut. Bisa terjadi ditemukan masa sebesar telur dan
nyeri tekan pada palpasi daerah ini. Hal ini menunjukan adanya peradangan
kronik dan sudah terjadi infiltrat di sebut appendicullar infiltrat.
Perkusi
Perkusi
dilakukan dengan teknik yang sama seperti perkusi thorax. Suara perkusi abdomen
yang normal adalah timpani. Masa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak
(hepar, ascites, vesica urinaria, masa tumor). Perkusi dilakukan pada semua
kuadran.
Pemeriksaan
adanya asites : cairan dalam rongga perut mengikuti hukum gravitasi, selalu
berada dibagian bawah. Perkusi dimulai dari tengah abdomen dengan pasien posisi
terlentang, menyusuri dinding abdomen; perkusi terus dilakukan menuju lateral.
Perubahan suara dari timpani menjadi pekak merupakan batas cairan ascites yang
ada, kemudian pasien di pindah posisi menjadi berbaring miring/lateral. Apabila
memang ada cairan dalam rongga abdomen tentu akan berpindah ke bagian bawah
mengikuti gaya gravitasi. Maka daerah lateral abdomen yang semula pekak setelah
berada diatas menjadi timpani karena cairan berpindah, sebaiknya daerah
umbilicus sekarang menjadi pekak. Dalam bahasa inggris disebut Shifting dullness.
Perkusi
Ginjal
Perkusi ginjal
dilakukan di dinding abdomen belakang pada sudut costo-vertebral (Costo vertebral angle), dengan dialasi
telapak tangan kiri, kita lakukan perkusi dengan sisi ulnar kepalan tangan
kanan (pada pemeriksa kidal tentu sebaliknya).
Pada peradangan/infeksi saluran kemih
(U.T.I/Pyelonefritis) akan didapatkan
tanda nyeri pada perkusi ini.
19) Kelenjar Limfe
Inguinal, Genitalia dan Anus
a. Kelenjar limfe inguinal diperiksa dengan palpasi,
teraba membesar, nyeri tekan atau tidak, pembesaran dan nyeri merupakan
petunjuk adanya infeksi dari daerah tungkai, kelamin atau metastase tumor
testis/prostat.
b. Pemeriksaan genitalia eksterna
Pria :
·
Diperiksa apakah kulit
sekitar kelamin mengalami infeksi/jamur/kutu (pediculosis pubis)
·
Testis kiri-kanan,
ada/tidak, hidrocele, radang (orchitis);
·
Mulut uretra :
discharge nanah (G.O)
·
Atau phymosis,
preputium tidak bisa ditarik;
·
Lesi herpers,
condyloma-acuminata
·
Keganasan dan
sebagainya.
Wanita :
Bila tersedia,
pemeriksaan sebaiknya dilakukan diatas meja gynaekologik. Amati vulva secara
keseluruhan adakah prolapsus uteri, benjolan kelenjar bartholin.
Amati secret
vaginal :
·
Normal-jernih-tidak
gatal
·
Lochea rubra-sampai 3
hari post partum
·
Lochea alba 9 hari
kemudian
·
Coklat : mungkin CA,
endometriosis
·
Keju air : mungkin
monilla/candida
·
Putih mucoid : infeksi
stafilokokus
·
Streptokokus
·
Putih berbusa :
tricomonas vaginalis
·
Kuning kehijauan,
lengket : GO
c. Anus
Anus diperiksa
bersamaan dengan genitalia pada wanita. Pada pasien laki-laki, posisi pasien
berbaring miring dengan lutut terlipat menempel di perut/dada.
Periksa adanya - Hemoroid
externa
- Fissura
- Fistula
- Tanda
keganasan
20) Lengan dan tungkai
a. Pemeriksaan Edema
Edema
bisa terjadi didaerah pretibia, sekitar malleolus, Dorsum pedis, jari-jari.
Selain itu edema bisa terjadi di palpebrae atau didaerah tulang sacrum terlebih
pada pasien-pasien berbaring lama (jangan lupa di periksa). Edema di periksa
dengan menekankan jari dipermukan kulit dan kecekungan yang terjadi akan tidak
segera hilang (pitting edema). Hal
ini terjadi karena terkumpulnya cairan dijaringan extra selular (=
interstitial) lebih banyak dari biasanya (Decomp
corsis, nefrotik dan sebagainya). Non pitting edema seperi pada hypothyroidisme (myedema) adalah edema intra selular, tidak cekung pada penekanan.
b. Menilai rentang
gerak (Range of motion), diperiksa simetrisitas
lengan dan tungkai, panjang dan besarnya dibandingkan antara sisi kiri dengan
kanan. Keadaan ini patologik seperti : polio, fraktura tulang, kelumpuhan akan
memberikan gambaran tidak simetris. Gerakan pasif ke berbagai arah dinilai
apakah mengalami hambatan/keterbatasan gerak yang mungkin akibat dari kelainan
sendi atau jaringan di sekitar sendi.
c. Uji kekuatan otot
Diawali
dengan memeriksa tonus otot, trofi otot (tonus dihubungkan dengan
ketegangannya, trofi dihubungkan dengan ukuran otot) dengan cara inspeksi
palpasi. Bandingkan kiri dan kanan demikian pula dengan kekuatan otot.
Kekuatan
otot dinilai dengan angka nol sampai lima :
0
Otot sama sekali tidak
mampu bergerak tampak berkontraksi pun tidak, bila lengan/tungkai dilepaskan,
akan jatuh 100% pasif.
1
Tampak kontraksi atau
ada sedikit gerakan dan ada tahanan sewaktu jatuh
2
Mampu menahan tegak
yang berarti mampu menahan gaya gravitasi (saja), tapi dengan sentuhan akan
jatuh
3
Mampu menahan tegak
walaupun sedikit didorong tetapi tidak mampu melawan tekanan/ dorongan dari
pemeriksa
4
Kekuatan kurang
dibandingkan sisi lain
5
Kekuatan utuh
Uji
kekuatan otot sekali-kali bukan membandingkan kekuatan pasien dengan si
pemeriksa.
d.
Menilai reflek-reflek fisiologik
Reflex fisiologik
diperiksa pada ketukan tendon yang akan dijawab dengan kontraksi otot.
Diperiksa refleks tendon : biceps,
triceps, lutut, achiles.
e. Mencari reflex patologik babinski
Reflex patologik
babinski normal tidak ditemui.
Caranya
: lakukanlah goresan dengan benda berujung tumpul pada telapak kaki seperti
pada gambar dibawah ini.
Normal
:
Kelima
jari-jari kaki akan melakukan gerak plantar flexi. Hasil seperti di atas
disebut tanda babinski negatif
Pada kerusakan/lesi upper motor neuron
(= U.M.N) akan didapat jawaban :
-
Ibu jari akan bergerak
dorso flexi
-
4 jari lainnya
bergerak plantar flexi
Hasil
seperti ini disebut tanda babinski positif (= abnormal).
f. Mencari tanda-tanda khusus, seperti :
-
Clubbing
of the finger , ujung-ujung jari seperti ujung
tongkat genderang.
(Pada penyakit jantung bawaan,
kronik, kelainan darah, TBC/COPD kronik). Terjadi pada semua keadaan dimana
jaringan kekurangan oksigen secara menahun/lama.
-
Spider naevi,
pelebaran, arteriola berbentuk laba-laba pada pasien Cirrhosis hepatis yang
sudah lanjut, bahkan bertambah banyak pada keadaan coma hepaticum.
Gambaran khasnya, apabila ditekan
kemudian dilepaskan, darah akan mengisi kembali arteriola ini dari arah sentral ke seluruh jari-jarinya seperti
letupan kembang api di udara malam.
Uremic Frost- salju ureum
Didapat pada
pasien uremia. Setelah keringat yang mengandung ureum menguap, tertinggal
“bedak” ureum. Pemeriksaan dengan perabaan dan bukan saat pasien baru saja
dimandikan.
21) Payudara pada pasien perempuan
Lakukanlah pemeriksaan secara legeartis. Pasien berbaring dengan
sedikit ganjal di punggungnya, posisi baring berada di tepi meja pemeriksaan
yang sesuai dengan sisi payudara mana yang akan diperiksa (bergantian
kiri-kanan). Dengan demikian ada ruang gerak yang cukup untuk sendi bahu
sewaktu pemeriksaan dilakukan.
Inspeksi
Periksalah apakah tampak retraksi kulit
daerah mamae akibat tarikan ligamentum cowperi seperti kulit jeruk . adakah discharge berbau dari puting susu,
ulcus, bayangan benjolan yang tampak sehingga tidak simetris bentuknya.
Palpasi
Lengan kanan pasien ditopang dengan
lengan kiri, pemeriksa, sewaktu tangan kanan pemeriksa melakukan palpasi pada
setiap kuadran mamae pasien dan fossa
axillarisnya. Diperiksa elastisitasnya, adakah kekakuan/lekatan dengan
dasar, diperiksa ada tidaknya benjolan tumor, bila ditemukan buatlah deskripsi
tentang : bentuk, ukuran, konsistensi dan keadaan permukaaannya. Palpasi selalu
dilanjutkan ke kelenjar limfe axillar
untuk memeriksa adanya metastase tumor ke daerah tersebut.
22) Collumna
vertebralis
Pasien pada posisi duduk, membelakangi
pemeriksa.
Inspeksi
Amati bentuk
dari susunan Collumna Vertebralis akan adanya kelainan-kelainan seperti Scoliosis, Kyposis, Gibbus, Meningocele,
Spina bivida (spina bivida oculta di tutupi rambut).
Palpasi
Tekanlah
processus spinosus dari cervical sampai lumbo-sacral mencari tanda nyeri yang
mungkin di dapat, seperti pada pasien HNP.
23)
Uji Syaraf Cranial
Uji syaraf
kranial sudah merupakan pemeriksaan khusus neurologis yang rutin bagi pasien
penyakit syaraf. Tetapi sebagian dari padanya merupakan bagian dari pemeriksaan
umum,yaitu :
Fungsi N II Ketajaman
penglihatan (Visus)
N
VIII Pendengaran
dan keseimbangan
Juga
catatan tentang cara berjalan yang khas sewaktu pasien masuk ruang pemeriksaan
adalah catatan dari aspek neurologik.
Cara
pemeriksaan saraf cranialis :
N
I Olfactorius – penghiduan
Fungsi
penghiduan diperiksa dengan bau-bauan seperti tembakau, wangi-wangian yang di
minta agar pasien menyebutkannya dengan mata tertutup.
N
II Opticus
Diperiksa
dengan pemeriksaan visus terhadap setiap mata. Digunakan optotype snellen yang
dipasang pada jarak 6 meter dari pasien. Visus ditentukan dengan kemampuan
membaca jelas deretan huruf-huruf yang ada.
N III Oculomotorius
N IV Trochlearis
N VI Abduscens
Diperiksa
bersama dengan menilai kemampuan pergerakan bola mata ke segala arah, diameter
pupil dan reflex akomodasi.
Paling
sensitif terhadap kenaikan tekanan intra kranial, ia akan mengalami gangguan
paling awal, bola mata tak dapat melirik ke lateral (perhatikan pasien-pasien
dengan nyeri kepala hebat yang tidak hilang-hilang)
N V Trigeminus
N
V berfungsi sensorik dan motorik : sensorik diperiksa pada permukaan kulit
wajah bagian dahi, pipi dan rahang bawah dengan goresan kapas dan mata tertutup.
Motorik diperiksa dengan kemampuan menggigitnya; rabalah kedua tonus musculus
massester saat diperintahkan untuk gerak menggigit.
N VII Fascialis
Fungsi
motorik N VII : Diperiksa kemampuan mengangkat alis, mengerutkan dahi,
mencucurkan bibir, tersenyum, meringgis, (memperlihatkan gigi-gigi depan)
bersiul, menggembungkan pipi.
Fungsi
sensorik N VII : Diperiksa rasa pengecapan pada permukaan lidah yang dijulurkan
(gula, garam, asam)
N VIII Vestibulo-acusticus
Fungsi
keseimbangan diperiksa dengan test romberg. Penderita berdiri tegak dengan mata
tertutup. Bila pasien terhuyung-huyung dan jatuh berarti alat keseimbangan juga
diperiksa dengan berdiri satu tumit atau berjalan pada garis lurus.
Pemeriksaan
pendengaran, dengan menggunakan garpu penala.
Test Rinne (garpu penala 256 Hz)
Penala
digetarkan, tangkainya ditempelkan pada proc.mastoideus, tepat saat tidak
terdengar pasien memberi tanda, kemudian pindahkan ujung getar ke muka liang
telinga pasien. Normal masih terdengar suara, hal ini disebut Rinne positif.
Rinne
positif bisa berarti normal, bisa berarti tuli perseptif tidak total, tuli
konduktif memberi hasil rinne negatif.
Test
Weber (garpu penala 512 Hz)
Penala
digetarkan tangkainya ditempelkan pada garis tengah kepala pasien pada vertex
atau glabella. Pasien diminta
menyebutkan sisi telinga mana yang lebih keras mendengar. Jawaban bisa salah
satu terdengar lebih keras atau sama keras. Satu sisi lebih keras disebut
lateralisasi ke sisi kiri atau kanan. Sama keras disebut sebagai tidak ada
lateralisasi. Lebih keras terdengar di kiri bisa berarti 2 hal :
a.
Telinga kiri tuli
konduktif
b.
Telinga kanan tuli
perseptif
Sama
keras bisa pula berarti 3 hal :
a.
Kedua telinga normal
b.
Kedua telinga tuli
konduktif
c.
Kedua telinga tuli
perseptif
Test Schwabach (garpu penala 512 Hz)
Maksud pemeriksaan ini adalah
membandingkan hantaran suara melalui tulang tengkorak ke cochlea antara
pemeriksa dengan pasien. Syarat pemeriksa pendengarannya normal. Setelah garpu
penala digetarkan, ditempelkan pada proc.
Mastoideus paisen, segera saat tidak terdengar suara, pasien memberi tanda.
Lalu dengan segera pula dipindahkan ke proc.
Mastoideus pemeriksa. Bila ternyata masih terdengar, diktakan Schwabach pasien memendek (lebih pendek
dari pendengaran pemeriksa). Bila urutan pemeriksaan dibalik, hasilnya tetap
memendek, berarti ada gangguan pada sistem cochlea pasien (= tuli perseptif).
Normal test Schwabach memberi hasil :
sama dengan pemeriksa.
Ketiga
test :
Rinne,
Weber dan Schwabach disusun, dicantumkan kesimpulan-kesimpulannya lalu ditarik
kesimpulan akhir dengan mengumpulkan hal-hal yang cocok dan menyingkirkan
hal-hal yang cocok dan menyingkirkan hal-hal yang tidak cocok, maka didapat
diagnosa keadaan pendengaran pasien :
-
Normal
-
Tuli konduktif
kiri/kanan
-
Tuli perseptif
kiri/kanan atau kombinasinya
Latihan
menarik kesimpulan perlu dilakukan pada praktek laboratorium. Pendengaran pada
bayi diperiksa dengan adanya respons berkedip bila diberikan suara tepuk tangan
dari jarak kira-kira 30 cm.
N IX Glossopharyngeus dan N X/Vagus
Diperiksa
letak Uvula, ditengah atau deviasi serta kemampuan menelan pasien.
N XI Accessorius
Diperiksa
dengan kemampuan mengangkat bahu kiri dan kanan (Kontraksi M. Trapezius) dan gerakan kepala.
N XII Hypoglossus
Diperiksa
dengan kemampuan menjulurkan lidah pada posisi lurus, gerakan lidah mendorong
pipi kiri dan kanan dari arah dalam.
Penulisan dokumentasi
hasil pemeriksaan fisik
Kasus:
Ny. D berusia 25 tahun, baru menikah 3 bulan yang lalu
datang ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisinya. Ibu mengeluhkan bahwa dirinya merasa pusing yang hebat sejak
2 hari yang lalu sampai sekarang, sejak 5 bulan yang lalu dirinya sering
mengalami lemas, letih, lesu serta sering pusing dan mual saat berdiri dari
posisi semula jongkok, saat ini ibu
tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan dan tidak menggunakan pil KB, beberapa minggu ke belakang, ibu sering
merasakan telinganya sering mendenging. Sebelum
pemeriksaan ini, ibu tidak pernah
memeriksakan dirinya ke tenaga kesehatan. Menstruasi ibu teratur, tetapi ibu
pernah beberapa kali mengalami pingsan saat menstruasi.
Saat itu bidan langsung melakukan pemeriksaan
fisik terhadap ibu dan didapati bahwa ibu mengalami anemia.
Berikut ini contoh pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik
pada kasus anemia
Dokumentasi Pemeriksaan Fisik
A. Biodata
Pasien/klien
|
Suami/ Istri
|
||||
Nama
|
:
|
Ny. D
|
Nama
|
:
|
Tn.
B
|
Umur
|
:
|
25 tahun
|
Umur
|
:
|
27
tahun
|
Pendidikan
|
:
|
S1
|
Pendidikan
|
:
|
S1
|
Pekerjaan
|
:
|
Pegawai swasta
|
Pekerjaan
|
:
|
Pegawai
swasta
|
Agama
|
:
|
Islam
|
Agama
|
:
|
Islam
|
Alamat
|
:
|
Jl. Ahmad Yani No.11
Rt 05/08 Bandung
|
Alamat
|
:
|
Jl. Ahmad Yani No. 11
Rt
05/08 Bandung
|
B.
Keluhan utama :
ibu mengatakan merasa pusing yang hebat sejak 2 hari yang lalu sampai sekarang.
Sejak 5 bulan yang lalu sampai sekarang ibu sering merasa lemas, letih dan lesu
serta sering pusing dan mual saat berdiri dari posisi semula
jongkok. Beberapa minggu kebelakang ibu sering merasakan telinganya mendenging.
C.
Riwayat penyakit sekarang : tidak ada penyakit berat
D.
Riwayat penyakit masa lalu : ibu belum pernah melakukan
pemeriksaan sebelumnya
E.
Riwayat penyakit keluarga : ibu mempunyai penyakit jantung, diketahui sejak tahun
2007
F.
Riwayat psiko-sosial : hubungan ibu dengan suami dan keluarga baik.
G.
Aktivitas sehari-hari
a.
Pola makan dan minum : makan 3x sehari
(menu: nasi, lauk pauk, sayuran, telur, buah-buahan, daging jarang karena tidak
terlalu suka)
Minum 8 gelas sehari, jarang minum susu.
b.
Pola BAB dan BAK :
BAB 1x sehari, konsistensi : lunak
BAK 5-6x sehari, warna kuning muda
c.
Istirahat dan tidur : Tidur
siang : tidak pernah,
Tidur malam: 6-7 jam
d.
Aktivitas sehari-hari : Bekerja sebagai pegawai swasta,
aktivitas di balik meja kerja
e.
Pola seksual :
berhubungan seksual seminggu ±
3x
DATA OBJEKTIF
A.
Keadaan umum :
baik
B.
Bentuk tubuh :
proporsional
C.
Status emosional :
stabil
D.
Kesadaran :
compos mentis
E.
Tanda-tanda vital : TD: 90/60 mmHg N: 88x/menit S: 36,80C (axilla)
P: 20 x/menit
F.
Antropometri :
TB: 154 cm BB: 49 Kg Lila: 24 cm
Lingkar perut : 77cm
Panjang ekstremitas atas : kanan: 58 cm kiri: 58 cm
Panjang ekstremitas bawah : kanan: 98cm kiri: 98 cm
G.
Kepala
a.
Rambut
Inspeksi :
warna hitam, agak tipis halus,
distribusi merata, tidak rontok
Palpasi :
kepala tidak ada benjolan/ massa, tidak ada deformitas
b.
Wajah
Inspeksi :
pucat
Palpasi :
hidrasi kulit baik, tidak ada finger
print
N.VII fasialis
Motorik : ibu dapat
mengangkat alis, mengerutkan dahi, tersenyum, meringgis, menggembungkan pipi.
c.
Mata :
Inspeksi : bentuk simetris,
Konjungtiva :
pucat sklera:
putih
N.III (Oculamotorius) gerakan bola mata : sesuai
Reflek pupil
Reflek pupil
|
Mata kiri
|
Mata kanan
|
Langsung
|
Mengecil
|
Mengecil
|
Tidak langsung
|
Mengecil
|
Mengecil
|
Reflek
akomodasi
NII (optikus):
Visus: mata emetrop
NIV (Trochlearis) : lapang pandang:
NVI (Abduscens) : T.I.O bola mata kiri =
T.I.O bola mata kanan
Sinus : tidak ada
d.
Hidung
Inspeksi :
septum hidung di tengah, tidak ada sekret ataupun benda asing
Sudut
|
Telinga kiri
|
Telinga kanan
|
Nasal
|
|
|
Inferior
|
|
|
Superior
|
|
|
Lateral
|
|
|
N I (olfaktorius) :
dapat mencium bau dengan benar
e.
Telinga
Inspeksi :
canalis bersih
NVIII (Vestibulo-acusticus) Pendengaran :
Teknik
|
Telinga kanan
|
Telinga kiri
|
Riene (256 Hz)
|
Positif
|
Positif
|
Weber (512 Hz)
|
Tidak ada lateralisasi
|
Tidak ada lateralisasi
|
Schwabach (512 Hz)
|
Sama dengan pemeriksa
|
Sama dengan pemeriksa
|
f.
Mulut
Inspeksi :
warna bibir pucat
NIX (Glossopharyngeus) : letak uvula di tengah, kemampuan menelan
baik.
NXII (Hypoglossus) : kemampuan menjulurkan lidah pada
posisi lurus
Motorik :
bisa menggerakkan lidah
NVIII Facialis
: sensorik : pengecapan rasa manis,
pahit, asin terasa jelas.
g.
Leher
Inspeksi :
bentuk simetris
JVP :
5 + 0 cm air Pemompaan
ventrikel: normal
Kaku kuduk :
tidak kekakuan otot-otot leher
h.
Dada
Inspeksi :
bentuk simetris
Palpasi :
vokal fremitus : normal
Perkusi :
suara paru-paru : vesicular
kanan= vesicular kiri ekspansi
paru: tidak ada
Batas atas jantung :
ICS 2-3 batas kanan jantung: linea
sternalis kanan
Batas kiri jantung :
linea medio-clavicularis kiri Batas
bawah jantung
Auskultasi :
bunyi nafas sterna : bunyi paru-paru:
Suara tambahan :
tidak ada rales, ronchi, wheezing dan pleural friction rub
Bunyi jantung :
Bunyi jantung
|
Hasil
|
BJ II (aorta)
|
Normal
|
BJ II (pulmonalis)
|
Normal
|
BJ II (pulmonalis)
|
Normal
|
BJ I (trikuspidalis)
|
Normal
|
BJ I (mitralis)
|
Normal
|
Heart Rate
(HR) : 88 x/menit
Nadi : 88 x/menit
i.
Abdomen
Inspeksi :
bentuk datar, tepi perut tidak menonjol, umbilicus tidak menonjol.
Auskultasi : bising
usus 20x/ menit
Palpasi :
tidak ada hepatomegali
Perkusi : suara
tympani, tidak ada asites
j.
Punggung
Inspeksi :
bentuk simetris
Auskultasi : suara
napas dan bunyi jantung normal
Palpasi :
tidak ada pembengkakan
Perkusi : tidak
ada cairan
NXI Accesorius :
bisa mengangkat bahu kiri dan kanan dan bisa menggerakkan kepala
k. Genitalia
(tidak dilakukan pemeriksaan genitalia)
Inspeksi : tidak dilakukan pemeriksaan genitalia
Palpasi : tidak dilakukan pemeriksaan genitalia
l.
Ekstremitas
Inspeksi : kuku
tangan kanan : pucat
kuku tangan kiri : pucat
inspeksi : kuku
kaki kanan : pucat
kuku kaki kiri : pucat
kekuatan otot :
Tangan kanan
5
|
Tangan kiri
5
|
Kaki kanan
5
|
Kaki kiri
5
|
Reflek :
Otot
|
Tangan
|
Kaki
|
||
Kiri
|
Kanan
|
Kiri
|
Kanan
|
|
Bisep
|
Positif
|
Positif
|
|
|
Trisep
|
Positif
|
Positif
|
||
Archiles
|
|
Positif
|
Positif
|
|
Patella
|
Positif
|
Positif
|
||
Reflek Babinzki
|
Positif
|
Positif
|
NVIII
(Vestibulo-acusticus) Keseimbangan :
Pasien dapat berjalan pada
garis lurus
Pemeriksaan penunjang
Hb :
9,4 gr/dL
Leukosit : 7500 /mm3
Trombosit : 350.000 /mm3

Pemeriksaan fisik merupakan salah
satu cara untuk mengetahui gejala atau masalah kesehatan yang dialami oleh
pasien. Pemeriksaan fisik
bertujuan untuk mengumpulkan data tentang kesehatan pasien, menambah informasi,
menyangkal data yang diperoleh dari riwayat pasien, mengidentifikasi masalah
pasien, menilai perubahan status pasien, mengidentifikasi masalah pasien,
menilai perubahan status pasien, dan mengevaluasi pelaksanaan tindakan yang
telah diberikan. Dalam melakukan pemeriksaan fisik, terdapat teknik dasar yang
perlu dipahami, diantaranya Inspeksi, Palpasi, Perkusi dan Auskultasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar